Wednesday, March 08, 2023
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLRv2n58mFW0PaWP9xZEKKLrMBPDh7IwsvI8Td5dBqDoKUGyd8UUOWjIoBEpjgMJ4XwbYu3R1z0HQ52mpaSneiVh6jvB0BiM7B1TLKu5iRmGD__J-jtRAW8YLZHYG857EdLYXr4qFvmdiqviqBFJTc9Z4AyJZTubSg8u26afemkz0tUlxXPAuvclHz/s320/IMG-20211229-WA0059.jpg)
Izin Praktik Dokter Hewan dan Perpu Cipta Kerja
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgVbs1UTDH0AEu2Fcr39MN4ok1MHdoevsO3xtyjvQptMwtNtapszPfvj9aVZwH3mqwp216sGe9MUOaSQJoFyoDo7IiEGOkaCmilzWBsyyqHmtL1i-7yA2GOTc0_Z0pjv_pc-lk6jkjUxkZuYN0M3BHnheilLjHt3pg3cBJEFaVEHLL0H_3L_j0rNW7X/s320/IMG-20201023-WA0039.jpg)
Membangun Komitmen Sektor Peternakan dan Kesehatan Hewan Dalam Mengatasi Antimicrobial Resistance
Thursday, January 12, 2023
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWZbZy4w1Y5KBbqv262uDJ12wYCqXynt_hVBq-rEOuCHmJ8gViC79c0wFbBSxZxDoRlKKGA8AEdTkLugkoNBknQcgy86_p-ALzAPfQcnJjrp7JELVN5N8dJXJXRuwwt_jr5eu0G4tcNFyuB7z7TaFUKg74PQWmSDqpBorLNjL2-pmAmKpvqEY4jto9/s320/IMG-20220525-WA0034.jpg)
PMK dan Kesehatan Hewan
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak
seperti Sapi, Kerbau, Domba, Kambing dan Babi sejak muncul kembali dan
dinyatakan sebagai wabah di Indonesia pada 9 Mei 2022 oleh Menteri Pertanian
hingga saat ini kasusnya masih belum dapat dihentikan. Bahkan, semakin meluas
dan terdeteksi hampir di seluruh pulau besar di Indonesia(Kompas, 15/05/2022).
Menanggapi hal ini, apresiasi patut diberikan
kepada Presiden Jokowi yang telah meminta pihak Kepolisian dan Kementerian Pertanian
(Kementan) untuk melakukan berbagai upaya pencegahan, termasuk untuk
memperketat lalu lintas hewan pembawa PMK.
Namun demikian, karena urusan kesehatan hewan
(Keswan) merupakan urusan pilihan bagi pemerintahan daerah, setiap daerah
menanggapi persoalan ini dengan beragam. Terutama persoalan tentang otoritas
berwenang pengambil keputusan tertinggi yang bersifat teknis Kesehatan Hewan.
Berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan
Hewan Kementan, hingga 13 Mei 2022, Pejabat Otoritas Veteriner (POV) di tingkat
Kabupaten/Kota hanya terdapat di 59 Kabupaten/Kota atau hanya 11,47% dari
514 kabupaten/kota di Indonesia. Artinya masih banyak daerah yang belum
memiliki POV.
Padahal, POV adalah amanah dari Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 dan menurut Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2017, Otoritas Veteriner memiliki fungsi yang sangat strategis.
Salah satunya adalah sebagai pelaksana pengendalian dan penanggulangan penyakit
Hewan; pelaksana perlindungan Hewan dan lingkungannya; pelaksana penyidikan dan
pengamatan Penyakit Hewan; dan lain sebagainya.
Jika POV nya saja tidak ada, bagaimana upaya
pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan akan optimal?
Oleh sebab itu, kita patut mendorong
Kementerian Dalam Negeri untuk segera melakukan revisi aturan yang mengatur
tentang pembagian urusan wajib dan urusan pilihan bagi Pemda. Di mana Kesehatan
hewan sejatinya tidak harus beriringan dengan peternakan. Meski Kementeriannya
tetap di Kementan, hanya urusannya saja diubah. Urusan kesehatan hewan dari
urusan pilihan, diubah menjadi urusan wajib.
Terlebih ilmu Kedokteran Hewan sejak tahun 2017
telah dimasukkan dalam rumpun ilmu kesehatan. Satu rumpun dengan kedokteran,
kedokteran gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Di mana rumpun ilmu
kesehatan ini merupakan rumpun urusan wajib bagi pemda. Urusan yang harus
diselenggarakan oleh pemda.
Selain PMK, masih banyak penyakit hewan lain
yang juga dapat berdampak meluas dan mampu mengancam ketahanan nasional seperti
Rabies, Anthraks, Flu Burung, Jembrana,
Lumpy Skin Disease(LSD), African Swene Fever (ASF) dan lain sebagainya.
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Kompas, Edisi Senin, 23 Mei 2022
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIxRmx_ZHSE5ooKOsU2kJqciomyXPTYtJ5BJrwPNV2_iFuWiPMsos2C5JYZ4Rl4UoM6mimTHzgHy-kaxkqgTOydtHSdFRjPZCo2QFWMIAG4M-EXMOfELCL3uSqvMY_uGRd3TIIhsrTzSoDEFCos7qLd5s8MXycWXO5tG8PIJRKKWSs987gl8ckMSVq/s320/IMG-20220923-WA0019.jpg)
Pejabat Otoritas Veteriner
Apresiasi patut kita berikan kepada pemerintah, kini penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tak hanya bertumpu pada Kementerian Pertanian (Kementan) saja, tetapi juga melibatkan kementerian/lembaga lain secara terintegrasi. Pemerintah membentuk Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku yang melibatkan sejumlah kementerian/lembaga guna mengefektifkan penanganan (Kompas, 25/06/2022).
Namun demikian, untuk mengoptimalkan penanganan
kesehatan hewan (Keswan) di daerah, sudah seharusnya pemerintah melalui
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga lebih tegas lagi untuk memberikan
sanksi jika ada daerah yang tidak menunjuk Pejabat Otoritas Veteriner (POV).
Terbukti, meski sudah sejak tahun 2019, Ditjen Bina Pembangunan Daerah
Kemendagri di antaranya melalui surat edaran Nomor: 658/2645/Bangda, telah
meminta seluruh Gubernur/ Bupati/ Wali kota di Indonesia untuk menetapkan POV
di daerahnya, nyatanya berdasarkan data dari Direktorat Kesehatan Hewan
Kementan, hingga 23 Juni 2022, hanya 93 Kabupaten/Kota dan 25 Provinsi yang
telah menunjuk POV, sisanya sebanyak 421 Kabupaten/Kota dan 10 Provinsi belum
memiliki POV.
Akibatnya, POV nya saja tidak ada, bagaimana
penanganan penyakit hewan akan optimal? Terlebih penyakit hewan bukan hanya PMK
saja, tetapi masih banyak penyakit lainnya, seperti Rabies, Flu Burung,
Anthraks, Jembrana, Brucellosis, Filariasis dan lain sebagainya. Terlebih,
penunjukan POV juga merupakan amanah dari UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang
Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah direvisi dengan dan UU No. 41 Tahun
2014.
Selanjutnya, pembentukan dan penetapan POV sejatinya
juga sejalan dengan amanah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 101 tahun 2018
tentang Standar Teknis Pelayanan Dasar pada Standar Pelayanan Minimal Sub
Urusan Bencana Daerah Kabupaten/Kota, yakni menjamin bahwa seluruh persoalan
yang berhubungan dengan bidang Veteriner akan dikelola secara efektif dan
sedemikian rupa dengan mengedepankan hak dan standar perlindungan kesehatan
bagi semua warga negara.
Namun demikian, hal ini menjadi kontradiktif ketika urusan
Keswan masih menjadi urusan pilihan bagi pemerintah daerah, karena Pemda tidak
memiliki kewajiban untuk melaksanakan urusan Keswan (veteriner). Oleh karena
itu, sejalan dengan kewajiban menunjuk POV di daerah, sudah saatnya Kemendagri
juga merevisi aturan yang mengatur tentang pembagian urusan, di mana Urusan
Keswan seharusnya menjadi urusan wajib bagi Pemda.
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Kompas, edisi Kamis, 21 Juli 2022
Thursday, January 05, 2023
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgFvnKMeLqEKNf35vOZDvYSxnxNQEINUjd6tb6YprqeTNKwh-qr_lb68f8Mh_sCtdcfX9b2aZHXcu0EoNvRI0G8_rgFN0KVgDz3sbFwOJpX3QVI_X_q593Z1_r4-HkZbO-yCImSekeVAWy2ybftavph-aqdCiQcLC7DxIFgERNVWXZFifg6he7j4l34/s320/FB_IMG_1668085882156.jpg)
Lima Kali Ikuti Kongres PDHI
Ada yang menarik dalam acara Kongres PDHI ke 19 di Makassar 2022 pada 14-16 Oktober 2022 yang lalu, selain meriahnya acara dan antusiasnya peserta kongres dari berbagai cabang PDHI diseluruh Indonesia, ada satu sosok dokter hewan yang ternyata sudah 5 kali mengikuti kongres PDHI. Padahal, usianya masih relatif muda, dia adalah drh. Iwan Berri Prima.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjUVOufbm6ZxzKX1R3PQAdOcCQNRKkMPmvXXCyvagCE46K6-v8cOy7xZkLBdHFHgUmzDZhpCGGMK5jhRYzgIBWbGNZaiZ1Mz9kBAy6wJoxuAu5otKvOFYb1CWU5Vz2JGn99zxgLsRfw61CtUTXiGPkyULkJQ_B3PBhNOS_nMYwgHFYyckbXHBSD81fn/s320/FB_IMG_1668085779853.jpg)
Evaluasi Pelaksanaan Vaksinasi PMK Tahap 1 di Bintan Provinsi Kepri
Sebagai daerah perbatasan Republik Indonesia yang berbatasan dengan negara Jiran, Malaysia dan Singapura, Kabupaten Bintan memiliki potensi pengembangan peternakan yang sangat potensial, salah satunya adalah pengembangan peternakan ternak ruminansia, seperti Sapi dan Kambing. Menurut Khairul, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bintan, pengembangan peternakan khususnya Sapi dan Kambing Merupakan salah satu kunci terutama untuk pemenuhan kebutuhan daging segar dan kebutuhan hewan kurban di Pulau Bintan. Hampir setiap tahun, Bintan menjadi penyumbang kebutuhan hewan kurban untuk kota sekitarnya, seperti Kota Tanjungpinang dan Kota Batam. Meskipun suplai ini belum mencukupi, namun setidaknya, potensi peternakan di Bintan sangat besar dan dapat berkembang dengan baik dalam rangka ketahanan pangan daerah” ungkap Khairul disela-sela pelaksanaan evaluasi Vaksinasi Tahap 1 di Bintan (12/8/2022).
Sementara itu, sebagai upaya untuk semakin menjaga
daerah agar tetap terbebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK), Kabupaten Bintan
telah merampungkan pelaksanaan vaksinasi PMK tahap 1. Vaksin yang digunakan untuk
vaksinasi tahap 1 ini menggunakan vaksin merk Aftopor (Negara Pembuat Perancis)
dengan Dosis untuk hewan sapi sebanyak 2 ml per ekor, sedangkan hewan Kambing
dengan dosis 1 ml per ekor.
Pada vaksinasi PMK tahap 1 dilaksanakan pada tanggal 1
dan 2 Agustus 2022 yang lalu, dimana saat itu sebanyak 231 ekor hewan ternak
sapi berhasil di vaksinasi PMK. Selanjutnya, pada 15 Agustus 2022 sebanyak 135
ekor hewan ternak. Sehingga jumlah total hewan yang berhasil divaksinasi tahap
1 di Kabupaten Bintan adalah sebanyak 366 ekor yang terdiri dari Hewan sapi
sebanyak 293 ekor dan hewan kambing sebanyak 73 ekor.
Selanjutnya, terdapat 6 hal catatan sebagai hasil
evaluasi pelaksanaan vaksinasi tahap 1 di Kabupaten Bintan: Pertama, pendataan
dan penandaan hewan ternak pasca vaksinasi menggunakan Barcode yang dimasukkan
kedalam plastic mika dan dikalungkan dengan menggunakan kabel tis di setiap
hewan, terlihat sangat efektif. Hingga pelaksanaan vaksinasi berakhir, belum
ada keluhan yang berarti berkenaan dengan penandaan tersebut.
Kemudian, kedua: ditemukan 1 ekor hewan sapi pasca
vaksinasi yang mengalami pembengkakan, yakni terdapat benjolan (pembengkakan)
disekitar lokasi penyuntikan. Kejadian dilaporkan sekitar 1 hari pasca
pelaksanaan vaksinasi. Akan tetapi, pembengkakan yang terjadi telah mengalami
persembuhan (kembali normal). Terlebih kondisi seperti ini merupakan kondisi
normal sebagai salah satu efek samping yang timbul pasca vaksinasi.
Ketiga, pembagian tim yang dibagi kedalam beberapa
kelompok sangat memudahkan dan mempercepat proses vaksinasi. Rata-rata
pelaksanaan vaksinasi hanya membutuhkan waktu 2-3 jam pasca vaksin disiapkan
(dimasukkan ke dalam spuit/ syringe).
Keempat: penyedotan vaksin yang dilakukan didalam
ruangan atau dipersiapkannya vaksin terlebih dahulu kedalam spuit (syringe) dan
dimasukkan kedalam box pendingin (Cool Box) sangat memudahkan dan mempercepat
pelaksanaan vaksinasi. Hal ini juga menghindari terdapat multi tusukan pada
botol vaksin yang berakibat pada penurunan kualitas vaksin.
Kelima, kehadiran Satgas Penanganan PMK tingkat
kabupaten Bintan seperti Pihak Kepolisian, TNI, BIN, Karantina Pertanian dan
anggota Satgas lainnya yang turun langsung bersama-sama dalam vaksinasi PMK
memiliki dampak positif. Hal ini terlihat dari atensi masyarakat (peternak)
yang mendukung program vaksinasi PMK sangat tinggi. Terbukti pelaksanaan
vaksinasi untuk hewan sapi (hewan prioritas) mencapai 100%. Adapun pelaksana
vaksinasi adalah dokter hewan dan tenaga vaksinator dari Dinas Ketahanan Pangan
dan Pertanian Bintan.
Keenam, pasca vaksinasi, dibutuhkan pelaksanaan
monitoring dan evaluasi dalam hal ini perlu dilakukan pengujian titer antibodi.
Sehingga hal ini sekaligus Merupakan evaluasi tentang efektifitas program
vaksinasi PMK.
Selain itu, Satgas Penanganan PMK Bintan juga
mengucapkan terima kasih kepada tim Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepri yang
menjadi koordinator pelaksanaan vaksinasi PMK di Provinsi Kepri dan kepada PDHI
Cabang Kepri yang telah memberikan masukan dan tenaga nya yang telah
mensukseskan pelaksanaan vaksinasi PMK tahap 1. Direncanakan pelaksanaan
vaksinasi tahap 2 akan dilakukan pada September 2022.
Sementara itu, hingga saat ini kabupaten Bintan
Provinsi Kepri masih merupakan zona hijau dan belum ditemukan kasus PMK.
Apresiasi patut disampaikan kepada segenap anggota Satgas Penanganan PMK
Kabupaten Bintan. Terlebih, upaya mencegah dan mempertahankan daerah tetap zona
hijau PMK ditengah wabah PMK secara meluas di Indonesia tentu tidak mudah.
Penulis: Iwan Berri Prima (Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia edisi Agustus 2022)