Sejak menjabat sebagai presiden RI ke-7, presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih ramping namun kaya akan fungsi.
Hal
ini dibuktikan dengan telah dibubarkannya beberapa instansi atau lembaga yang
dianggap fungsinya bisa dilaksanakan oleh kementerian terkait.
Tidak
tanggung-tanggung, Sejak tahun 2014 hingga 2020 sudah ada 37 lembaga non
struktural (LNS) yang dibubarkan. Oleh karena itu, jika pada 29 Juli 2021 yang
lalu pemerintah membentuk Lembaga baru, yakni Badan Pangan Nasional (Bapanas),
artinya pemerintahan Jokowi mengharapkan ada fungsi besar yang dapat diperankan
oleh lembaga baru ini.
Benar
saja, harapan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 66 tahun
2021 tentang Badan Pangan Nasional. Terutama pada pasal 3, bahwa setidaknya
terdapat 11 fungsi yang akan diemban oleh Badan Pangan Nasional.
Adapun
ke 11 fungsi ini diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi:
1) Koordinasi,
perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan
harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan
pangan;
2) Koordinasi
pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga
pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan
keamanan pangan;
3) Pelaksanaan
pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan
Usaha Milik Negara di bidang pangan;
4) Pelaksanaan
pengendalian kerawanan pangan dan pengawasan pemenuhan persyarat an gizi pangan
;
5) Pelaksanaan
pengembangan dan pemantapan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan,serta
pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar;
6) Pelaksanaan
bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan di bidang pangan;
7) Pengembangan
sistem informasi pangan;
8) Koordinasi
pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada
seluruh unsur organisasi di lingkungan Badan Pangan Nasional;
9) Pengelolaan
barang milik negara yang menjadi tanggung jawab Badan Pangan Nasional;
10) Pelaksanaan
dukungan yang bersifat substantive kepada seluruh unsur organisasi di
lingkungan Badan Pangan Nasional; dan
11) Pengawasan
atas pelaksanaan tugas di lingkungan Badan Pangan Nasional.
Berdasarkan
fungsi ini, sejatinya Badan Pangan Nasional merupakan lembaga yang tidak
terlepas dari peranan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan RI. Bahkan, Badan
Pangan Nasional merupakan lembaga yang diharapkan akan lebih
"bertaji" dibandingkan lembaga sebelumnya (BKP).
Setidaknya
ini dapat dilihat dari komoditas pangan yang menjadi kewenangannya. Sebelumnya,
pangan yang menjadi perhatian BKP hanyalah pangan segar, khususnya pangan segar
asal tumbuhan (PSAT). Wajar, hal ini disebabkan karena pangan segar asal hewan
sudah ada lembaga lain (eselon 1) yang bertanggung jawab, yakni Ditjen
Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang juga di bawah Kementerian Pertanian.
Akan
tetapi, sejak dibentuknya Badan Pangan Nasional, Jenis Pangan yang menjadi
tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional menjadi lebih luas. Bukan hanya pangan
segar asal tumbuhan saja. Terdapat 9 komoditas Pangan yang menjadi tanggungjawabnya,
diantaranya adalah Beras; Jagung; Kedelai; Gula Konsumsi; Bawang; Telur Unggas;
Daging Ruminansia; Daging Unggas; dan Cabai.
Namun
demikian, masih ada catatan strategis yang sebaiknya dapat menjadi masukan agar
fungsi lembaga baru ini lebih optimal. Bukan hanya sekadar menambah lembaga
baru.
Pertama,
Komoditas pangan sebaiknya memasukkan juga komoditas: ikan dan susu. Hal ini
disebabkan karena kedua komoditas ini juga merupakan komoditas strategis yang
berperan besar dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ikan dan susu merupakan
penyumbang protein asal hewani yang keberadaannya tidak boleh dianggap biasa
saja.
Terlebih
Badan Pangan Nasional merupakan lembaga non kementerian, maka meski ikan saat
ini masuk dalam ranah Kementerian Kelautan dan Perikanan, toh Sayuran, Daging
dan Telur juga merupakan komoditas Kementerian Pertanian.
Sehingga
kemudian tidak muncul anggapan bahwa lembaga Bapanas adalah lembaga yang
tanggung. Hanya mengurusi pangan tertentu saja. Padahal, sekali lagi, ikan dan
susu adalah pangan utama yang strategis. Terlebih bagi masyarakat di kepulauan,
ikan merupakan komoditas utama.
Kedua,
pengawasan keamanan pangan, khususnya bahan pangan asal hewan atau urusan
Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) yang selama ini menjadi tanggungjawab
direktorat Kesmavet Ditjen PKH, sebaiknya sebagian fungsinya digabung ke dalam
Badan Pangan Nasional.
Hal
ini bukan hanya untuk meningkatkan kinerja Bapanas, tetapi juga sangat baik
bagi pemerintahan daerah. Selama ini, Kesmavet merupakan urusan pilihan bagi
Pemerintahan daerah. Karena pilihan, pemda boleh memilih boleh tidak. Sehingga
wajar jika tidak semua pemda memiliki fungsi Kesmavet di daerahnya. Sedangkan
urusan pangan merupakan urusan wajib. Semua pemda wajib menjalankan urusan ini.
Akan
tetapi, sayangnya pangan yang dimaksud tidak mencakup pangan asal hewan. Pangan
yang menjadi urusan wajib, nyatanya di daerah hanya sebatas PSAT.
Dampaknya,
pada penilaian perlombaan Kabupaten/Kota Sehat (KKS) yang diselenggarakan oleh
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri, dari indikator penilaian,
tidak ada satu pun penilaian yang menyangkut urusan Kesmavet (juga urusan
Keswan). Namun, indikator penilaian justru muncul untuk urusan pangan (pangan
segar asal tumbuhan). Dengan kata lain, suatu daerah dapat dikatakan sehat
tanpa harus memperhatikan adanya urusan Kesmavet (juga urusan keswan). Hal ini
terlihat pada indikator kelima, pada Tatanan Ketahanan pangan dan Gizi. Oleh
sebab itu, dengan bergabungnya sebagian urusan Kesmavet ke dalam Bapanas,
diharapkan akan semakin memperkuat posisi kesmavet itu sendiri.
Ketiga,
Bapanas diharapkan menjadi rumah baru bagi dokter hewan pemerintah. Selain
Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP), TNI, Polri, BPOM, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian
Agama, Kemendikbud dan Pemerintahan Daerah, diharapkan Bapanas merupakan rumah
baru bagi dokter hewan dalam melakukan pengabdian pelayanan profesinya untuk
masyarakat, nusa dan bangsa. Semoga!
Penulis: Oleh: drh. Iwan Berri Prima, M.M
Penulis
adalah Sekretaris Umum PDHI Cabang Kepri dan Pengurus Ikatan Penulis Penggiat Literasi (IPPL) Kabupaten Bintan Periode 2021-2023
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia edisi September 2021