Friday, October 01, 2021

Catatan Strategis Badan Pangan Nasional


Sejak menjabat sebagai presiden RI ke-7, presiden Joko Widodo telah berkomitmen untuk mewujudkan pemerintahan yang lebih ramping namun kaya akan fungsi.

Hal ini dibuktikan dengan telah dibubarkannya beberapa instansi atau lembaga yang dianggap fungsinya bisa dilaksanakan oleh kementerian terkait.

Tidak tanggung-tanggung, Sejak tahun 2014 hingga 2020 sudah ada 37 lembaga non struktural (LNS) yang dibubarkan. Oleh karena itu, jika pada 29 Juli 2021 yang lalu pemerintah membentuk Lembaga baru, yakni Badan Pangan Nasional (Bapanas), artinya pemerintahan Jokowi mengharapkan ada fungsi besar yang dapat diperankan oleh lembaga baru ini.

Benar saja, harapan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional. Terutama pada pasal 3, bahwa setidaknya terdapat 11 fungsi yang akan diemban oleh Badan Pangan Nasional.

Adapun ke 11 fungsi ini diantaranya adalah menyelenggarakan fungsi:

1)    Koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;

2)    Koordinasi pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan, stabilisasi pasokan dan harga pangan, kerawanan pangan dan gizi, penganekaragaman konsumsi pangan, dan keamanan pangan;

3)    Pelaksanaan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan pemerintah melalui Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan;

4)    Pelaksanaan pengendalian kerawanan pangan dan pengawasan pemenuhan persyarat an gizi pangan ;

5)    Pelaksanaan pengembangan dan pemantapan penganekaragaman dan pola konsumsi pangan,serta pengawasan penerapan standar keamanan pangan yang beredar;

6)    Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan di bidang pangan;

7)    Pengembangan sistem informasi pangan;

8)    Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Badan Pangan Nasional;

9)    Pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab Badan Pangan Nasional;

10) Pelaksanaan dukungan yang bersifat substantive kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Badan Pangan Nasional; dan

11) Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Badan Pangan Nasional.

Berdasarkan fungsi ini, sejatinya Badan Pangan Nasional merupakan lembaga yang tidak terlepas dari peranan Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan RI. Bahkan, Badan Pangan Nasional merupakan lembaga yang diharapkan akan lebih "bertaji" dibandingkan lembaga sebelumnya (BKP).

Setidaknya ini dapat dilihat dari komoditas pangan yang menjadi kewenangannya. Sebelumnya, pangan yang menjadi perhatian BKP hanyalah pangan segar, khususnya pangan segar asal tumbuhan (PSAT). Wajar, hal ini disebabkan karena pangan segar asal hewan sudah ada lembaga lain (eselon 1) yang bertanggung jawab, yakni Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang juga di bawah Kementerian Pertanian.

 

Akan tetapi, sejak dibentuknya Badan Pangan Nasional, Jenis Pangan yang menjadi tugas dan fungsi Badan Pangan Nasional menjadi lebih luas. Bukan hanya pangan segar asal tumbuhan saja. Terdapat 9 komoditas Pangan yang menjadi tanggungjawabnya, diantaranya adalah Beras; Jagung; Kedelai; Gula Konsumsi; Bawang; Telur Unggas; Daging Ruminansia; Daging Unggas; dan Cabai.

Namun demikian, masih ada catatan strategis yang sebaiknya dapat menjadi masukan agar fungsi lembaga baru ini lebih optimal. Bukan hanya sekadar menambah lembaga baru.

Pertama, Komoditas pangan sebaiknya memasukkan juga komoditas: ikan dan susu. Hal ini disebabkan karena kedua komoditas ini juga merupakan komoditas strategis yang berperan besar dalam kehidupan masyarakat. Bahkan ikan dan susu merupakan penyumbang protein asal hewani yang keberadaannya tidak boleh dianggap biasa saja.

Terlebih Badan Pangan Nasional merupakan lembaga non kementerian, maka meski ikan saat ini masuk dalam ranah Kementerian Kelautan dan Perikanan, toh Sayuran, Daging dan Telur juga merupakan komoditas Kementerian Pertanian.

Sehingga kemudian tidak muncul anggapan bahwa lembaga Bapanas adalah lembaga yang tanggung. Hanya mengurusi pangan tertentu saja. Padahal, sekali lagi, ikan dan susu adalah pangan utama yang strategis. Terlebih bagi masyarakat di kepulauan, ikan merupakan komoditas utama.

Kedua, pengawasan keamanan pangan, khususnya bahan pangan asal hewan atau urusan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) yang selama ini menjadi tanggungjawab direktorat Kesmavet Ditjen PKH, sebaiknya sebagian fungsinya digabung ke dalam Badan Pangan Nasional.

Hal ini bukan hanya untuk meningkatkan kinerja Bapanas, tetapi juga sangat baik bagi pemerintahan daerah. Selama ini, Kesmavet merupakan urusan pilihan bagi Pemerintahan daerah. Karena pilihan, pemda boleh memilih boleh tidak. Sehingga wajar jika tidak semua pemda memiliki fungsi Kesmavet di daerahnya. Sedangkan urusan pangan merupakan urusan wajib. Semua pemda wajib menjalankan urusan ini.

Akan tetapi, sayangnya pangan yang dimaksud tidak mencakup pangan asal hewan. Pangan yang menjadi urusan wajib, nyatanya di daerah hanya sebatas PSAT.

Dampaknya, pada penilaian perlombaan Kabupaten/Kota Sehat (KKS) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri, dari indikator penilaian, tidak ada satu pun penilaian yang menyangkut urusan Kesmavet (juga urusan Keswan). Namun, indikator penilaian justru muncul untuk urusan pangan (pangan segar asal tumbuhan). Dengan kata lain, suatu daerah dapat dikatakan sehat tanpa harus memperhatikan adanya urusan Kesmavet (juga urusan keswan). Hal ini terlihat pada indikator kelima, pada Tatanan Ketahanan pangan dan Gizi. Oleh sebab itu, dengan bergabungnya sebagian urusan Kesmavet ke dalam Bapanas, diharapkan akan semakin memperkuat posisi kesmavet itu sendiri.

Ketiga, Bapanas diharapkan menjadi rumah baru bagi dokter hewan pemerintah. Selain Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), TNI, Polri, BPOM, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kementerian Agama, Kemendikbud dan Pemerintahan Daerah, diharapkan Bapanas merupakan rumah baru bagi dokter hewan dalam melakukan pengabdian pelayanan profesinya untuk masyarakat, nusa dan bangsa. Semoga!

Penulis: Oleh: drh. Iwan Berri Prima, M.M

Penulis adalah Sekretaris Umum PDHI Cabang Kepri dan Pengurus Ikatan Penulis Penggiat Literasi (IPPL) Kabupaten Bintan Periode 2021-2023

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia edisi September 2021

    Choose :
  • OR
  • To comment