Thursday, May 07, 2009

Opini : RPA Bagian dari Kesmavet

 

Kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) menurut UU No.6 Tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan dan Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1983 definisinya adalah segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Hal ini menandakan bahwa kesmavet bukan hanya mengurusi produk asal hewan berupa pangan saja, tetapi lebih dari itu, kesmavet juga menangani permasalahan-permasalahan seputar penyakit yang dapat menular atau mempengaruhi kesehatan manusia.

Bahkan dapat ditambahkan pula, menurut WHO, FAO, OIE, WHO/FAO Collaborating Centre for Research and Training in Veterinary Epidemiology and Management (1999) ruang lingkup dan fungsi kesmavet diantaranya adalah pertama, memberikan masukan tehnis dalam penyusunan peraturan perundangan, kebijakan, petunjuk, perencanaan strategi dan pelaksanaan dalam bidang pengendalian dan pencegahan penyakit hewan dan manusia, sanitasi, higiene dan lingkungan. Kedua. Pencegahan dan pengendalian penyakit zoonosa. Ketiga. Kesmavet bersifat multidisiplin, artinya tidak saja melibatkan dokter hewan, tetapi juga bidang lain seperti dokter, perawat, ahli lingkungan, ahli pertanian, dan profesi lain yang berkaitan dengan pengobatan, pengendalian dan pencegahan penyakit zoonosa dan penyakit yang ditularkan oleh makanan (foodborne illnes). Dengan demikian telah jelas bahwa permasalahan kesehatan manusia yang dipengaruhi oleh hewan adalah salah satu peranan dari Kesmavet.
Secara umum, permasalahan kesehatan manusia yang dipengaruhi oleh hewan dapat dilakukan dengan pencegahan sedini mungkin. Hal ini tentu dilakukan selama proses itu berlangsung. Seperti contoh adalah pencegahan penyakit akibat mengkonsumsi daging ayam. Proses keamanan pangan daging ayam ini harus dilakukan sedini mungkin yakni mulai dari peternakan (farm) hingga daging ayam dikonsumsi (dimeja makan). Sehingga salah satu permasalahan yang paling penting dalam proses panjang ini adalah permasalahan kelayakan Rumah Potong Ayam (RPA).
Terkait dengan kelayakan RPA, disadari atau tidak, peranan rumah potong ayam sebagai penyedia daging ayam yang akan dikonsumsi manusia sangat besar. Bahkan RPA merupakan penentu dari proses panjang perjalanan peternakan ayam. Karena bagaimana pun sehatnya ayam yang kita pelihara. Jika ditingkat RPA (hilir) pemotongannya tidak memenuhi kriteria pemotongan. Maka kecenderungan menimbulkan penyakit akan besar.
Dengan demikian, yang patut kita cermati dan perhatikan adalah kelayakan RPA. Sejauh mana RPA tersebut mampu menyediakan daging ayam yang memenuhi persyaratan tehnis higiene dan sanitasi. Berdasarkan nomor kontrol veteriner (NKV) Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner, Deptan, RPA yang memenuhi persyaratan tehnis higiene dan sanitasi hanya kurang lebih 19 buah dengan kapasitas 20.000-30.000 ekor/hari. Hal ini sangat memprihatinkan. Betapa tidak, jumlah tersebut jelas tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhan pasar. Sehingga tentu saja sebagian besar dihasilkan dari RPA tradisional atau RPA semi modern.
Seperti kita ketahui bersama bahwa RPA tradisional dalam pelaksanaannya relative kurang memperhatikan persyaratan tehnis higiene dan sanitasi. Jadi ketika masyarakat ingin meminta daging ayam yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal) tentunya hal ini dimulai bukan saja dari hulu (peternakan) tetapi juga dilakukan di RPA. Maka hal yang tidak berlebihan jika kita semua berupaya memperhatikan bahkan berusaha mendirikan RPA secara pribadi atau kolektif yang memenuhi persyaratan tehnis higiene dan sanitasi.
Upaya Mendirikan RPA
Dalam mendirikan RPA, walaupun cukup sederhana dan tidak menggunakan peralatan yang canggih serta mahal, tapi terpenting adalah tehnik pemotongan atau proses pemotongannya tetap halal dan memenuhi aspek kesehatan. Bahkan dari segi ekonomi pun menguntungkan. Proses pemotongan ayam yang berlangsung dengan lancar, teratur, dan memenuhi syarat kesehatan akan menghasilkan kualitas karkas dan sampingan yang baik. Untuk itu, dalam pemotongannya usahakan dibagi kedalam beberapa bagian (kompartemen). Hal ini dilakukan dengan harapan tidak terjadi pencemaran silang (cross contamination) antara ruangan dapat ditekan seminimal mungkin. Sebagai contoh, menurut Drh. Martono Adi Priyatno, pembagian ruangan dalam usaha mendirikan RPA sebaiknya terdiri dari beberapa kompartemen, yaitu: Kompartemen satu, yakni kompartemen sangat kotor (super dirty area) dalam bagian ini berlangsung pemotongan, meliputi penyembelihan ayam, pencelupan ayam kedalam drum atau panci air panas dan pencabutan bulu. Kompartemen dua, yakni kompartemen kotor (dirty area). Didalam bagian ini berlangsung proses pemotongan seperti proses pemotongan kepala dan leher dari tubuh ayam, pemotongan kaki, penyobekan perut, dan pengeluaran isi rongga perut, pembersihan bulu-bulu yang masih tersisa, penanganan sampingan dan pencucian karkas. Kompartemen tiga, yakni kompartemen bersih (clean area). Didalam bagian ini berlangsung proses pemotongan seperti proses pendinginan ayam dalam bak, penyiapan karkas sesuai pesanan, pembungkusan atau pengemasan, pemotongan ayam menjadi beberapa bagian (parting), proses pengambilan tulang (boneless), dan penyimpanan karkas kedalam gudang berpendingin (cold storage).
            Tentunya dalam mendirikan RPA tersebut harus memenuhi prosedur pembentukannya atau harus memperoleh izin terlebih dahulu dari pihak-pihak terkait.  Namun, hal yang tidak kalah penting adalah melakukan penyadaran kepada masyarakat bahwa daging ayam mempunyai kualitas yang berbeda, tergantung pada proses pemotongannya di RPA. Selain itu, pembenahan peranan sistem kesehatan masyarakat veteriner juga perlu ditingkatkan. Bahkan selama ini peranan penting kesmavet belum disadari dan dimengerti oleh sebagian masyarakat Indonesia. Sehingga adanya isu-isu keamanan pangan seperti isu pemakaian Formalin sebagai pengawet makanan seharusnya dijadikan sebagai momen awal kebangkitan RPA. hal ini sangat beralasan, karena jika proses pemotongan ayam baik dan sesuai prosedur, ayam tidak perlu diformalin, bahkan dapat dijual sampai sore dengan penyimpanan dalam es atau dibekukan.
Perlu Penyadaran Semua Pihak
Dalam mewujudkan adanya RPA sesuai kriteria, kita butuh penyadaran dari semua pihak. Baik pihak produsen maupun konsumen serta pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Semua komponen tersebut harus bersama-sama kembali saling memahami bersama bahwa keamanan pangan adalah hal yang mutlak diperoleh sebagai bagian dari hak asasi manusia. Hal ini tercantum dalam Deklarasi Gizi Dunia dalam Konferensi Gizi Internasional pada tanggal 11 Desember 1992. Bahkan menurut Drh. Denny W lukman (Ahli Kesmavet FKH IPB) persediaan pangan yang aman dan tidak membahayakan kesehatan konsumen (masyarakat) melalui pencemaran kimia, biologi atau yang lain adalah hal penting untuk mencapai status gizi yang baik. Perlindungan konsumen dan pencegahan terhadap penyakit yang disebabkan oleh makanan (foodborne illnes) adalah dua elemen penting dalam suatu program keamanan pangan dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, industri pangan (produsen) dan konsumen.
Terkait dengan hal tersebut, RPA sebagai bagian dari kesmavet harus mutlak diperlukan. Pengadaannya sebaiknya didirikan dibeberapa daerah, terutama didaerah yang mempunyai jumlah pemotongan ayam yang relatif tinggi, termasuk didaerah yang konsumsi ayamnya tinggi, seperti didaerah-daerah kota besar. Pengadaan RPA ini bukan hanya sebatas antisipasi terhadap penyakit zoonosa saja. Tapi lebih dari itu, dengan adanya RPA diharapkan adanya suatu kontrol Kesmavet yang berkesinambungan, karena di lini RPA –lah permasalahan atau kasus pangan yang berasal dari produk peternakan ayam akan terdeteksi dan termonitor. Tanpa harus menunggu terjadi kejadian, yang tentunya dalam menghadapi kejadian tersebut akan memakan biaya yang sangat besar dalam memadamkannya. Sehingga kita berharap, agar semua pihak memahami bahwa keberadaan RPA bukanlah untuk mengedepankan ego pihak tertentu. Tetapi lebih dari itu, pendirian RPA sebagai upaya pencegahan (upaya preventif) dalam penyelamatan aset-aset bangsa. Bukankah upaya mencegah lebih mudah dari pada mengobati?

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Poultry Indonesia Edisi Bulan April 2006.

    Choose :
  • OR
  • To comment