Thursday, May 07, 2009

Opini : Upaya Mempertahankan Kepri dari Ancaman Rabies

 



Kepulauan Riau (Kepri) bersama dengan Bangka-Belitung (Babel) merupakan daerah yang masih dinyatakan bebas penyakit Rabies secara Historis yang ada di Sumatera. Setelah sebelumnya kepulauan Nias (Sumatera Utara), namun sejak dilaporkan ada kasus rabies di Nias beberapa waktu yang lalu. Nias pun kini sebagai daerah tertular. Adalah wajib bagi kita  untuk bersyukur dan mempertahankan status bebas Rabies di negeri ‘Berpancang Amanah Bersauh Marwah’ ini.
Dalam beberapa bulan terakhir, wabah penyakit Rabies atau dikenal dengan sebutan Anjing Gila, tampaknya benar-benar ‘menggila’ dengan memakan banyak korban di negeri ini, baik korban pada hewan (terutama Anjing) maupun korban pada Manusia. Adapun kejadian terbesar merebaknya rabies di Indonesia pada lima tahun terakhir adalah munculnya kasus rabies di pulau Bali pada akhir tahun 2008 yang lalu, kini rabies secara perlahan namun pasti mulai ‘merambah’ dibeberapa daerah di Indonesia.
Bali sebagai simbol pariwisata Internasional kebanggaan Indonesia memang secara historis merupakan daerah bebas Rabies. Artinya, sejak ada kehidupan manusia di Bali (sejak nenek moyang), kasus Rabies di negeri pulau Dewata tersebut belum pernah ada dan atau belum pernah dilaporkan. Namun, status bebas rabies tersebut harus berubah setelah pada akhir tahun 2008, dilaporkan terdapat kasus positif Rabies di Bali. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1637 Tahun 2008 tertanggal 1 Desember 2008. Hingga pertengahan Januari 2011, setidaknya sudah lima orang meninggal dunia akibat rabies di Bali.
Pelajaran berharga dari kasus Rabies di Bali sudah selayaknya dapat kita ambil. Secara geografis, pulau Bali tidak jauh berbeda dengan provinsi Kepri. Yakni, daerahnya berupa pulau yang dipisahkan oleh lautan dan merupakan daerah potensi pariwisata (Khususnya Kabupaten Bintan). Bahkan secara historis pun, dulu Bali dan Kepri adalah sama-sama daerah bebas rabies. Status bebas ini didasarkan sejak dikeluarkannya Hondsdolhed Ordonantie (staatblad 1926, No. 451 yunto Stbl 1926 No. 452) yang menyatakan bahwa beberapa wilayah karesidenan dan pulau di Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu bebas rabies. Termasuk di antaranya wilayah Karesidenan Bali dan Karesidenan Riau (Afdelling Tanjungpinang).
Penyakit Mematikan
Rabies atau penyakit anjing gila adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yaitu Lyssa virus dari famili Rhabdo viridae yang bersifat zoonosis (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia dan atau sebaliknya) dengan angka kematian (case fatality rate) mencapai 100%, sehingga rabies dikenal sebagai penyakit yang hampir selalu mematikan (almost always fatal) bila telah timbul gejala klinis, baik pada hewan maupun manusia. Penyakit ini dilaporkan bisa menyerang pada semua hewan berdarah panas, khususnya karnivora seperti Anjing, kucing, Kera dan sebangsanya. Terutama Anjing, jika seekor anjing terinfeksi virus rabies ini dan menggigit manusia, manusia tersebut dapat tertular penyakit Rabies.
Masa inkubasi rabies yakni waktu antara penggigitan sampai timbulnya gejala penyakit pada anjing kurang lebih 2 minggu (10 hari - 14 hari) dan Pada manusia sekitar 2-3 minggu atau paling lama 1 tahun setelah manusia tergigit. Di Indonesia, 98 persen penularan rabies pada manusia terjadi melalui gigitan anjing, dua persen melalui gigitan kucing dan kera, sedangkan penularan rabies melalui kelelawar belum pernah dilaporkan. Penularan rabies oleh kelelawar pernah terjadi di negara Amerika latin.
Adapun ciri-ciri hewan terserang Rabies dapat ditunjukkan dengan beberapa tahap, diantaranya: pertama, Tahap Prodormal ditandai dengan hewan mencari tempat dingin dan menyendiri, tetapi dapat menjadi lebih agresif, pupil mata meluas dan sikap tubuh kaku (tegang). Tahap ini berlangsung selama 1-3 hari . Setelah tahap Prodormal dilanjutkan tahap Eksitasi (dilaporkan bisa juga langsung ke tahap Paralisa).  Kedua, tahap Eksitasi ditandai dengan hewan menjadi ganas dan menyerang siapa saja yang ada di sekitarnya dan memakan sesuatu yang bukan makanannya. Selanjutnya mata menjadi keruh dan selalu terbuka dengan tubuh gemetaran.  Ketiga, Tahap Paralisa ditandai dengan Hewan mengalami kelumpuhan pada semua bagian tubuh dan berakhir dengan hewan mengalami kematian.

Kerjasama Berbagai Pihak
Menjaga dan mempertahankan Kepri sebagai daerah yang bebas rabies merupakan tugas kita semua. Tugas ini tentunya melibatkan berbagai sektor (lintas sektoral) dan membutuhkan dukungan dan partisipasi segenap masyarakat. Terlebih, daerah lain, seperti Kota Pekanbaru (Riau) pada saat ini terjadi peningkatan kasus rabies, tercatat hingga akhir tahun 2010 saja  dilaporkan sudah terjadi sedikitnya 28 kasus. Dibandingkan dengan tahun 2008 kasus rabies terjadi sebanyak 33 kasus, dan kemudian turun pada tahun 2009 yang hanya terjadi 19 kasus. Bahkan Kasus orang yang terkena gigitan anjing gila atau rabies di Provinsi Riau sejak Januari hingga Desember 2010 sudah mencapai sedikitnya 865 kasus. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun lalu yang hanya mecapai 754 kasus.
Selain Bali dan Riau, Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, Aceh, Sulawesi  Utara, NTT, dan beberapa daerah lainnya pun mengalami ‘masalah’ yang serupa. Laporan dari kementrian Kesehatan, hingga awal 2011 hanya ada 9 provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, NTB, Papua, dan Papua Barat.  Oleh karenanya, sangat wajar jika Rabies adalah musuh bersama yang harus diperangi dan dicegah penularannya. Bahkan kementrian kesehatan RI menempatkan Rabies diurutan kedua setelah Flu Burung sebagai zoonosis yang harus ditanggulangi.
Disamping itu, berdasarkan hasil Rakor Rabies se-sumatera pada beberapa saat yang lalu, di Kota Batam, gambaran kasus rabies selama 5 (lima) tahun terakhir di Sumatera belum menunjukkan penurunan yang signifikan, sehingga perlu dicanangkan program pengendalian dan pemberantasan bersama yang lebih efektif dan terintegrasi. Coverage vaksinasi HPR (Hewan Penular Rabies) yang dilakukan di Sumatera dari tahun 2006 s/d 2010 hanya berkisar 6,63 % s/d 12,76 % dari populasi, hal ini sangat jauh dari coverage vaksinasi rabies yang ideal, yaitu minimal 70 % dari populasi.
Dalam mempertahankan Kepri sebagai daerah bebas Rabies, langkah utama yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengawasan yang ketat terhadap lalu lintas pemasukan hewan penular Rabies (Anjing, Kucing, Kera dan Hewan sebangsanya). HPR dari daerah tertular rabies dilarang masuk ke Kepri. Bagi pemelihara hewan, agar senantiasa memperhatikan kesehatan hewan dan kebersihannya. Konsultasikan dan periksakan kesehatan hewannya secara berkala ke dokter hewan. Bila anjing tidak dikandangkan atau sedang diajak berjalan-jalan, upayakan dirantai atau tidak diliarkan.
Lagi-lagi upaya tersebut harus benar-benar didukung oleh masyarakat. Sinergisme antara masyarakat pemilik hewan, pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus terjalin. Yang menjadi bahaya adalah jika ada masyarakat yang entah mengerti akan bahaya rabies atau tidak, memasukkan HPR ke wilayah Kepri melalui jalan ‘belakang’. Oleh karenanya, langkah nyata Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dengan melarang memasukkan hewan penular Rabies kedalam wilayah propinsi Kepri melalui Surat Edaran Gubernur Kepri Nomor 0257.b/kdh.kepri.524/04.09 patut kiranya menjadi perhatian bagi segenap masyarakat.
Selain itu, menurut Undang-undang nomor 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan bahwa Setiap orang yang melakukan pemasukan dan/atau pengeluaran hewan, produk hewan, dan/atau media pembawa penyakit wajib memenuhi persyaratan teknis kesehatan hewan dan Pasal 45 (ayat 1) bahwa Setiap orang, termasuk peternak, pemilik hewan, dan perusahaan peternakan yang berusaha di bidang peternakan yang mengetahui terjadinya penyakit hewan menular wajib melaporkan kejadian tersebut kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau dokter hewan berwenang setempat.
Semoga Kepri sebagai salahsatu daerah yang bebas rabies secara historis tetap terus terjaga dan dipertahankan. Hal ini mengingat, permasalahan penyakit rabies, secara nyata tidak sedikit telah memakan korban manusia meninggal, menghabiskan pikiran, waktu, tenaga, dan kerugian ekomomi hingga jutaan bahkan miliaran rupiah dalam penanganannya. Terlebih, kepri sebagai daerah investasi dan pariwisata tentunya tidak ingin ‘terganggu’ gara-gara rabies. Bukankah menjaga lebih baik dari pada memberantas? Mari terus bersinergisme!!
drh. IWAN BERRI PRIMA
Sekretaris Umum  Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) Cabang Kepulauan Riau

Tulisan ini pernah di muat di koran Harian Tanjungpinang Pos , edisi Kamis, 1 Oktober 2015

    Choose :
  • OR
  • To comment