Thursday, May 07, 2009

Opini :Peluang Menjadi Dokter Hewan di Kepri

 

Sudah sejak dahulu Tuhan YME telah menciptakan sebuah ekosistem di alam kehidupan ini. Ekosistem itu terdiri dari manusia, flora, fauna, dan lingkungan. Dalam menjalani kehidupan, setiap mahluk hidup tunduk pada hukum alam, yakni saling ketergantungan (inter-dependency) dan saling keterkaitan (inter-relationship). Akan tetapi, siapa yang bertanggung jawab mengelola alam ini?
Adalah menjadi tugas manusia sebagai mahluk paling sempurna (khalifah di muka bumi) untuk mengamankan, mengembangkan dan memanfaatkan alam demi kemaslahatan seluruh kehidupan. Terutama yang terkait dengan masalah fauna (hewan).
Jika kita amati, hewan diciptakan Tuhan YME dan ada di alam ini dalam berbagai jenis, cara hidup , habitat, sifat  dan berbagai kekhususannya (spesies yang karakteristik).
Secara alami, hewan tidak mendatangi dan mendekati manusia. Akan tetapi manusia yang memburu hewan dan memeliharanya untuk dimanfaatkan bagi kepentingan hidup manusia, baik sebagai hewan pangan dan hewan non pangan.

Secara khusus (spesifik), kepemilikan hewan oleh manusia didasarkan pada beberapa hal: pertama, karena memiliki nilai ekonomi/ profit (hewan pangan/hewan produksi), kedua, karena nilai psikologis dan empati bagi  pemilik perorangan (hewan hobby/ hewan kesayangan/ companion animal). Ketiga, hewan mempunyai fungsi pendukung khusus bagi negara (pengamanan dan penertiban) misalnya anjing pelacak dan kuda penertib dikeramaian (hewan pekerja milik negara). Keempat, karena memiliki status khusus berdasarkan kesepakatan internasional sehingga merupakan satwa dilindungi (hewan/satwa konservasi), kelima, karena diperlukan untuk kemajuan penelitian ilmu kedokteran/ pengetahuan lainnya (hewan laboratorium). Keseluruhan kepentingan ini membawa kepada diperlukannya tanggung jawab profesi (dokter hewan) dengan perangkat lembaganya dan hukum yang mengaturnya, agar manusia dapat meningkatkan jumlah hewan dan melestarikannya semaksimal mungkin dan bukan memusnahkan hewan serta semena-mena dalam kepentingan pemanfaatan hewan(eksploitasi berlebihan).

Ilmu pengetahuan dan keahlian dalam menangani hewan
Untuk mempermudah dalam mempelajari hewan membutuhkan disiplin ilmu tersendiri. Ilmu tersebut diantaranya adalah pertama, Ilmu – ilmu umum tentang hewan, yaitu mempelajari dan menangani hewan sebagai makhluk hidup, meliputi kesarjanaan bidang Ilmu Biologi,  bidang Ilmu Kehutanan (minat satwa liar), bidang Kelautan dan Perikanan (Satwa/hewan Akuatik) dan bidang Peternakan (hewan pangan/hewan pertanian). Namun demikian, keempat bidang ilmu ini tidak termasuk dalam ilmu kedokteran hewan sehingga tidak mempunyai kewenangan medik yang khas kedokteran karena tidak berkewenangan untuk melakukan pemeriksaan klinik, Nekropsi Pathologi dan Pathologi Klinik, Farmakologi Veteriner dan Ilmu Medik Reproduksi (penyakit reproduksi, gangguan kesuburan/kemajiran, masalah kebidanan dan terapinya).   Kedua, Ilmu – ilmu Kedokteran Hewan dipergunakan untuk menangani urusan mengenai hewan dan penyakit-penyakitnya (fungsi veteriner) berkaitan jaminan keamanan (security) termasuk tidak mengambil resiko yang dapat mengganggu kesehatan (safety) baik dari hewan ke  hewan dan utamanya dari hewan ke manusia yang bertujuan untuk menjamin kesehatan manusia,  kesehatan masyarakat  dan kesehatan  lingkungan dengan  mengacu kepada pedoman-pedoman  dan informasi internasional. Dalam cakupan ilmu ini termasuk pula penerapan ilmu medik (promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) serta  rambu – rambu profesi kedokteran (kode etik dan sumpah dokter). Hal ini untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan keilmuan dan keahlian (mal praktek dan maletik) yang dapat membahayakan dan merugikan masyarakat.

Permasalahan Veteriner
Jika kita telaah, permasalahan veteriner atau segala urusan mengenai hewan dan penyakit-penyakitnya di Indonesia akhir-akhir ini menunjukkan tingkat yang sangat membahayakan. Sebagai contohnya adalah penyebaran penyakit zoonosa (penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia, atau sebaliknya) seperti flu burung (Avian Influenza/AI). Sampai saat ini (2 Oktober 2007), menurut data dari Pusat Komunikasi Publik, Depkes, kasus positif (confirm) flu burung pada manusia di Indonesia mencapai 107 orang dengan 86 orang diantaranya meninggal dunia. Hal ini semakin meneguhkan bahwa Indonesia merupakan negara nomor satu dunia terbanyak kasus flu burung. Selain flu burung, zoonosis lain yang juga disebabkan karena kurang seriusnya dalam menangani permasalahan veteriner seperti Rabies, Anthrax, Toxoplasmosis dan masih banyak lagi yang lain, kasusnya tidak pernah tuntas, bahkan secara sporadik muncul berulang diberbagai tempat.
Selain zoonosis, permasalahan keamanan pangan (food safety) yang terkait dengan kesehatan masyarakat veteriner (kesmavet) pada akhir-akhir ini (saat puasa dan menjelang lebaran) juga menunjukkan tingkat yang cukup mengkhawatirkan. Kebijakan pemerintah mengimpor daging (jerohan) berasal dari negara belum bebas penyakit tertentu (Sapi gila, Penyakit Mulut dan Kuku dll), modus daging glonggongan, ayam tiren (mati kemarin), daging oplosan (sapi dengan babi), ayam berformalin, ayam suntik dan berbagai masalah keamanan produk hewan lainnya belum ditangani secara baik, sehingga berpotensi mengancam kesehatan manusia dan meresahkan masyarakat.
Selain itu, Indonesia sebagai negara yang telah menanda tangani suatu kesepakatan Internasional GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) dan kemudian diratifikasi melalui UU No.7 Tahun 1994 dengan berisikan 2 point perjanjian penting yang mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan standar dan perlindungan kesehatan serta keselamatan masyarakat dan lingkungan hidup, yakni Perjanjian TBT (Technical Barriers to Trade) dan Perjanjian SPS (Sanitary and Phytosanitary). Pemerintah Indonesia harus komitmen dan bertanggungjawab untuk mematuhinya

Ciri Khas Fungsi Veteriner
Berdasarkan permasalahan veteriner tersebut, hal ini tentunya membutuhkan peran penting profesi dokter hewan, yang secara moral memiliki fungsi yang khas dan tanggung jawab sebagai profesi medis yang di sumpah. Adapun ciri khas fungsi veteriner adalah untuk menjamin perlindungan kepada manusia, masyarakat dan lingkungan dari keberadaan hewan dan penyakitnya serta pemanfaatan produk asal hewan dengan kemungkinan adanya residu dan penyakit. Fungsi Veteriner di setiap negara harus sejalan dengan kesepakatan – kesepakatan dan ketentuan di dalam OIE (Organisasi Kesehatan Hewan Dunia) yang meliputi kewajiban menyusun berbagai persyaratan guna keperluan perdagangan dan lalu lintas hewan yang memenuhi perjanjian SPS (Sanitary and Phito Sanitary) yaitu : pertama, Melindungi kehidupan atau kesehatan hewan di dalam wilayah setiap negara anggota dan resiko yang ditimbulkan dari masuk atau berkembangnya atau menyebarnya hama, penyakit, organisme pembawa penyakit atau organisme penyebar penyakit. kedua, Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dari resiko yang ditimbulkan oleh bahan tambahan (additives), kontaminan, toksin atau organisme penyebab penyakit dalam makanan, minuman dan pakan (food borne diseases). Ketiga, Melindungi kehidupan dan kesehatan manusia dari resiko timbulnya penyakit yang terbawa oleh hewan, atau produknya atau dari masuknya, berkembangnya, menyebarnya penyakit sampar (Pest). Keempat, Mencegah atau membatasi kerusakan lingkungan atau lainnya dari masuknya, berkembangnya atau menyebarnya penyakit sampar (Pest).
Dengan demikian, sudah jelas bahwa profesi dokter hewan memiliki misi yang mulia dalam penyelamatan bangsa. Hal ini sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 yaitu: Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Iwan Berri Prima

Tulisan ini pernah dimuat di Koran Harian Tanjungpinang Pos Edisi Kamis 7 Maret 2013

    Choose :
  • OR
  • To comment