Friday, January 24, 2020

Refleksi Status Kesehatan Hewan di Kab Bintan Tahun 2019

Urusan kesehatan hewan sejatinya menjadi urusan wajib pemerintahan daerah, mengingat urusan ini bukan hanya mengurusi masalah penyakit pada hewan saja, tetapi juga bagaimana menyehatkan hewan agar tidak menularkan penyakitnya kepada manusia, baik menularkan secara langsung (Direct contact), melalui produk pangan asal hewan (food borne disease) maupun melalui vektor (hewan perantara) seperti nyamuk, lalat dan lain sebagainya. Tetapi nyatanya memang di Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, urusan kesehatan hewan termasuk kedalam urusan pilihan (masuk dalam urusan pertanian), padahal di sektor Pendidikan, berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) Nomor: 57 Tahun 2019 tentang Nama Program Studi pada Perguruan Tinggi, bahwa kedokteran hewan (veteriner) masuk kedalam rumpun ilmu kesehatan, serumpun dengan ilmu atau sains Kedokteran, ilmu atau sains kedokteran gigi, ilmu farmasi, kesehatan masyarakat, keperawatan, kebidanan dan ilmu kesehatan lainnya.

Meskipun demikian, upaya penyehatan hewan di daerah, khususnya Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bintan yang dilaksanakan melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian memiliki komitmen yang sangat tinggi. Hal ini setidaknya tercermin dari kondisi sebagai berikut: Pertama, Pemerintah Kabupaten Bintan telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaran Peternakan dan Kesehatan Hewan (Perda Nomor: 9 tahun 2018), di Provinsi Kepri, hingga saat ini hanya ada dua Pemda yang memiliki perda yang mengatur tentang urusan kesehatan hewan, yakni Kabupaten Bintan dan Kota Batam. Dan Kabupaten Bintan menjadi pelopornya (yang pertama). Kedua, Pemerintah Kabupaten Bintan telah memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang secara spesifik memiliki tugas pokok dan fungsi meningkatkan status kesehatan hewan dan mewujudkan produk pangan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) di Bintan, yakni UPTD Rumah Potong Hewan dan Pusat Kesehatan Hewan (Puskeswan). Ketiga, Dalam rangka menambah kebutuhan akan Sumberdaya Manusia (SDM) kesehatan hewan, Pemda Bintan tahun 2018 dan 2019 secara berturut-turut membuka formasi CPNS tenaga kesehatan hewan yakni formasi pengelola kesehatan hewan dan kesmavet atau setara dengan tenaga paramedis kesehatan hewan, kedepan jika 2020 dibuka formasi CPNS, mudah-mudahan dibuka formasi tenaga medis kedokteran hewan (dokter hewan). Keempat, Dalam rangka menindaklanjuti Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, khususnya pasal 68 tentang Otoritas Veteriner, Pemda Bintan melalui Surat Keputusan Bupati Bintan telah menetapkan Pejabat Otoritas Veteriner di Kabupaten Bintan. Penetapan pejabat otoritas veteriner dan dokter hewan berwenang ini ternyata tidak semua Pemda melakukannya. Bahkan ada Pemda yang tidak memiliki Dokter Hewan yang berwenang. Bagaimana dapat dikatakan berpihak pada peningkatan status kesehatan hewan, jika dokter hewan berwenang saja tidak ada. Kelima, Dukungan anggaran. Secara konsisten Pemda Bintan menganggarkan anggaran yang berkenaan dengan urusan kesehatan hewan, bahkan untuk meningkatkan kenyamanan bathin masyarakat muslim terkait dengan produk daging ayam yang halal, melalui anggaran Pelayanan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Pemda Bintan bekerjasama dengan LPOM - Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Kementerian Agama, membantu pembiayaan sertifikasi halal bagi sepuluh pelaku pemotong ayam yang tersebar dibeberapa kecamatan di Bintan. Upaya ini diharapkan terus ditingkatkan dimasa yang akan datang, tentu saja hal ini tidak lepas juga dari Dukungan yang baik dari DPRD Kabupaten Bintan.

Disamping itu, sepanjang tahun 2019 Pemda Bintan telah berhasil melakukan berbagai upaya dalam rangka meningkatkan status kesehatan hewan, diantaranya adalah Pertama, Kabupaten Bintan Bersama dengan Kabupaten/kota yang lain di Provinsi Kepri telah berhasil mempertahankan status sebagai daerah yang bebas rabies. Penyakit rabies atau penyakit anjing gila merupakan penyakit mematikan yang sangat berbahaya bagi masyarakat. Bahkan penyakit ini dapat mempengaruhi kunjungan pariwisata disuatu daerah. Kedua, berdasarkan hasil pengamatan gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium oleh Balai Veteriner (BVet) Bukittinggi dan Laboratorium Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan (DKP2KH) Provinsi Kepri, di Kabupaten Bintan “hanya” terdapat 1 (satu) jenis penyakit hewan menular strategis , yakni Penyakit Helminthiasis (Penyakit Cacingan). Untuk penyakit Flu Burung (Avian Influenza) sejak tahun 2009 sudah tidak ditemukan kasus klinis, meskipun hasil pemeriksaan laboratorium, beberapa sampel masih positif flu burung.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor: 4026 Tahun 2013 tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) bahwa terdapat 25 jenis penyakit hewan menular, dimana dari 25 jenis tersebut, sebanyak 3 jenis penyakit masih belum terdapat di Indonesia atau penyakit ini sudah tidak ada lagi di Indonesia (penyakit eksotik) yakni Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease /FMD), Penyakit Sapi Gila (Bovine Spongioform Encephalopathy /BSE) dan Penyakit Demam Rift Valley (Rift Valley Fever/RVF).  Adapun 22 jenis penyakit hewan menular lainnya yang masih terdapat di Indonesia adalah Penyakit Anthrax, Rabies, Salmonellosis, Brucellosis (Brucella Abortus), Brucellosis (Brucella Suis), High Pathogenic dan Low Pathogenic Avian Influenza (Flu Burung), Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS), Helminthiasis (Penyakit Cacingan), Haemoragic Septisaemia/ Septicemia Epizootica (SE), Nipah Virus Encephalitis, Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Bovine Tuberculosis (TB Sapi), Leptospirosis, Penyakit Jembrana, Surra, Paratuberculosis (Para TB), Toxoplasmosis, Classical Swine Fever (Hog Cholera), Swine Influenza Nove (H1N1), Campylobacteriosis, Cysticercosis, dan Q Fever (Demam Q).

Bebasnya Bintan dari banyak penyakit hewan menular tentunya harus terus dipertahankan. Terlebih, pepatah mengatakan, mempertahankan lebih sulit dari pada merebut. Namun demikian, Pekerjaan Rumah (PR) membebaskan penyakit Helminthiasis dan Flu Burung harus dilakukan. Mengingat keberhasilan sektor kesehatan, termasuk sektor kesehatan hewan adalah meminimalkan kasus penyakit. Tetapi kadang ada anggapan jika tidak ada kasus penyakit, dianggap tidak bekerja. Padahal, mewujudkan status kesehatan masyarakat dan kesehatan hewan merupakan langkah nyata dalam mewujudkan masyarakat Bintan yang Sehat dan Gemilang.

Penyakit Helminthiasis merupakan penyakit hewan menular yang menyerang ternak sapi dan ternak kambing. Walaupun penyakit cacingan ini tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi yang diakibatkan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing disebut sebagai penyakit ekonomi. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing, antara lain: penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan, penurunan produktivitas ternak, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia (Bersifat zoonosis).  Sedangkan Penyakit Avian Influenza (Flu Burung) merupakan penyakit hewan menular yang menyerang ternak unggas (Ayam, itik, burung puyuh dlll) yang bukan saja mengakibatkan kasus kematian yang sangat tinggi (Case Fatality Rate nya mencapai 100%) juga dapat menular ke manusia.

Berdasarkan hasil pelaporan melalui ISIKHNAS (Aplikasi Sistem Kesehatan Hewan Nasional) Jumlah kasus Penyakit Helminthiasis tahun 2019 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2018, Kasus Penyakit Helminthiasis pada Tahun 2018 sebanyak 159 ekor, dengan Rincian 118 ekor ternak sapi dan 41 ternak kambing. Sedangkan kasus Penyakit Helminthiasis pada Tahun 2019 sebanyak 122 ekor, dengan Rincian 89 ekor ternak sapi dan 33 ternak kambing. Sedangkan jumlah kasus penyakit Flu Burung sepanjang tahun 2019 sebanyak nol kasus klinis. Kematian ternak ayam sepanjang 2019 berdasarkan hasil pemeriksaan Laboratorium sebagian besar disebabkan oleh penyakit Newcastle Disease (ND) atau penyakit aratan/tetelo.

Selain itu, Upaya Pengendalian, pencegahan, pemberantasan dan penanganan kasus penyakit hewan menular, di Kabupaten Bintan ini dilaksanakan dengan melaksanakan kegiatan berupa pengamanan ternak daerah dan pengendalian penyakit zoonosis, dengan cara pelaksanaan pelayanan aktif (pelayanan kesehatan hewan), survey penyakit dan monitoring ternak secara berkala melalui kegiatan aktif servis (pelayanan kesehatan hewan aktif) dan pelayanan kesehatan hewan pasif (menunggu panggilan untuk pengobatan kasus penyakit dari peternak). Sepanjang tahun 2019, petugas kesehatan hewan Kabupaten Bintan telah melakukan kunjungan kelapangan sebanyak 703 kali kunjungan ke peternak dan telah melakukan upaya pengobatan hewan sebanyak 2.555 ekor.

Disamping itu, sepanjang tahun 2019 telah terjadi wabah penyakit African Swine Fever (ASF) pada ternak Babi di berbagai negara di dunia, sebelum akhirnya Indonesia pun telah menotifikasi (mengakui) penyakit ASF telah masuk di Indonesia, pernyataan ini dituangkan dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 820 tahun 2019 tanggal 12 Desember 2019 tentang Pernyataan Wabah Penyakit Demam Babi Afrika pada beberapa Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Namun demikian, Hingga saat ini, di Kabupaten Bintan dan provinsi Kepri secara umum masih dinyatakan sebagai daerah bebas penyakit ASF (Belum ditemukan kasus klinis).

Semoga upaya meningkatkan status kesehatan hewan di Kabupaten Bintan semakin baik dan kerjasama yang baik antar lintas sektor seperti Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas 2 Tanjungpinang, Balai Veteriner (BVet) Bukittinggi, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kepri, Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepri serta melalui Tim Gerak Cepat (TGC) Kabupaten Bintan yang diinisiasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan dalam penanggulangan dan pengendalian penyakit menular terutama zoonosis dapat terus terjalin. Apalagi, Bintan merupakan Kawasan pariwisata yang harus terus dijaga agar tetap aman dan nyaman untuk dikunjungi oleh wisatawan, baik domestik maupun manca negara. Semoga!

oleh. drh. Iwan Berri Prima
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tanjungpinang Pos tanggal 11 Januari 2020

    Choose :
  • OR
  • To comment