Monday, October 07, 2019

Antisipasi Penularan Penyakit Jembrana di Provinsi Kepulauan Riau

Kejadian penyakit Jembrana yang kembali merebak dibeberapa wilayah di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera semakin menegaskan bahwa Jembrana merupakan penyakit viral yang tidak hanya viral di media sosial, tetapi juga penyakit viral yang benar-benar mampu menimbulkan kematian yang sangat tinggi terutama pada ternak sapi potong jenis Bali. Melihat penularannya yang sangat massif dan tingkat kematian (case fatality rate) pada ternak sapi Bali yang sangat tinggi, pemerintah melalui Menteri Pertanian pun telah menerbitkan SK Mentan Nomor 4026 tahun 2013 yang menyatakan bahwa penyakit Jembrana sebagai Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) dan menjadi salah satu penyakit skala utama prioritas nasional yang harus dikendalikan dan ditanggulangi diwilayah tertular.

Laporan dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) Kementerian Pertanian sejak muncul pertama kali tahun 1964 di Bali hingga akhir 2018, hampir seluruh wilayah sumatera mulai dari Provinsi Lampung, Bengkulu, Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Sumatera Barat, sumatera Utara hingga Aceh telah dilaporkan kasus klinis penyakit Jembrana. Hal ini menandakan bahwa seluruh pulau Sumatera memiliki potensi yang besar menjadi daerah endemis Jembrana pada sapi Bali.

Namun demikian, salah satu provinsi di wilayah Sumatera yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas penyakit Jembrana adalah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Sebagai daerah yang masuk kedalam regional II wilayah sumatera dibawah koordinasi Balai Veteriner Bukittinggi (BVet Bukittinggi), Provinsi Kepri tergolong cukup diuntungkan dengan barrier lautan sehingga kasus klinis penyakit Jembrana di provinsi ini tidak pernah ditemukan. Padahal, lebih dari 75% populasi ternak sapi potong yang dipelihara masyarakat Kepri adalah jenis sapi Bali yakni sekitar 3.241 ekor (data ISIKHNAS 2017). Oleh karena itu, upaya pencegahan penularan penyakit Jembrana di Provinsi Kepri harus semakin ditingkatkan. Apalagi berdasarkan data dari hasil pemeriksaan Laboratorium BVet Bukittinggi pada tahun 2017-2018, telah terdeteksi positif jembrana (Carrier) di seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Kepri yakni Kabupaten Bintan (10 ekor positif dari 26 sampel), Kabupaten Lingga (12 ekor positif dari 18 sampel), Kabupaten Kepulauan Anambas (9 ekor positif dari 16 sampel), Kota Tanjungpinang dan Kota Batam (6 ekor positif dari 22 sampel).

Dari hasil pemeriksaan laboratorium ini, setelah dilakukan pemantauan pada ternak yang terindikasi positif tersebut, memang tidak diikuti dengan tanda gejala klinis. Artinya, kejadian ternak sapi tidak menunjukkan tanda-tanda gejala sakit (ternak terlihat sehat, normal dan bobot badan terlihat gemuk), bahkan dibeberapa daerah, seperti di Kabupaten Bintan, ternak sapi yang dinyatakan positif secara laboratoris sebanyak 8 ekor telah di potong, dijadikan sebagai hewan kurban. Hal ini memang demikian adanya, kebutuhan sapi potong jenis Bali di Provinsi Kepri sebagian besar memang diperuntukkan untuk stock hewan kurban. Sehingga tidak heran jika permintaan pemasukan hewan kurban dari luar provinsi Kepri, khususnya ternak sapi jenis Bali sangat melonjak tajam disaat menjelang hari Raya Idul Adha. Pasokan sebagian besar diperoleh dari Lampung, Jambi, Sumatera Barat dan Riau.

Meskipun, berdasarkan pedoman penyakit Jembrana yang dikeluarkan oleh Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen PKH bahwa daerah bebas dilarang memasukkan ternak dari daerah tertular, akan tetapi ketersediaan (stock) ternak sapi, khususnya pada momentum tertentu seperti Hari Raya Kurban, di provinsi Kepri tidak memadai. Dengan kata lain, ketersediaan ternak sapi untuk kurban tidak mampu dipenuhi dari dalam Provinsi Kepri. Harus dipasok dari luar. Seandainya jika Kepri tidak memasok dari luar provinsi, di khawatirkan justru akan mengancam pemotongan betina produktif sebagai hewan kurban. Bukan hanya populasi ternak yang akan terancam, keberlangsungan ternak sapi Bali sebagai plasma nutfah asli Indonesia di provinsi Kepri juga akan terancam.

Kondisi ini merupakan kebijakan lokal (baca: kearifan lokal) dari masing-masing pemerintahan daerah. Kita juga tidak bisa memaksa masyarakat Kepri untuk melakukan usaha budidaya peternakan sapi. Hal ini bukan saja berkenaan dengan ketidakmampuan masyarakat untuk beternak, juga bukan karena daerahnya tidak cocok, tetapi lebih dikarenakan mata pencaharian terbesar penduduk Kepri bukanlah bergerak disektor pertanian. Jumlah penduduk provinsi Kepri berdasarkan data dari BPS Kepri tahun 2017 adalah sebanyak 2.082.694 jiwa. Dari jumlah ini sebanyak 62% berdomisili dan menetap di Kota Batam, yakni sebanyak 1.283.196 jiwa, sisanya sekitar 38% tersebar di Kabupaten/Kota lain. Sebagaimana kita ketahui, bahwa Batam melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Pemerintah Kota Batam telah menyepakati bahwa pulau Batam bukanlah merupakan Kawasan budidaya ternak, bukan hanya ternak sapi saja, tetapi hewan secara umum. Hal ini tertuang juga di dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 16 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, khususnya pasal 18 Bab Tertib hewan dan binatang peliharaan. Artinya, upaya peningkatan jumlah populasi dan produksi sapi di Provinsi Kepri cukup sulit jika mengupayakan dari dalam provinsi Kepri.

Lebih jauh, dari sektor Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku provinsi Kepri tahun 2015, sektor ekonomi terbesar penyumbang PDRB adalah sektor Industri pengolahan, kemudian sektor Konstruksi dan sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan sektor pertanian tidak terlalu signifikan.

Memang, tidak ada yang tidak mungkin, tetapi inilah pekerjaan rumah besar di Provinsi Kepri untuk meningkatkan populasi dan produksi sapi dari dalam provinsinya. Apalagi Kepri diberikan anugerah dengan bentang alam yang sangat baik untuk pengembangan sektor peternakan seperti di Kepulauan Natuna, Anambas, Lingga, Bintan dan Karimun. Bahkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 830 Tahun 2016 tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional bahwa Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau masuk kedalam kawasan pengembangan ternak sapi potong nasional.

Hasil Rumusan Workshop Regional
BVet Bukittinggi selaku Koordinator regional dalam rangka pelayanan laboratorium veteriner di wilayah Provinsi Kepri telah melakukan berbagai upaya dalam rangka pencegahan dan pengendalian Jembrana di Kepri. Sebagai contoh, awal tahun 2018 yang lalu, BVet Bukittinggi melakukan rapat koordinasi teknis dan workshop regional tentang pengendalian dan penanggulangan penyakit Jembrana, telah menghasilkan rumusan sebagai berikut:

Setelah mencermati paparan dari Direktorat Kesehatan Hewan Ditjen PKH, Balai Veteriner Bukittinggi, Pusvetma Surabaya, Balai Besar Veteriner (BBVet) Denpasar, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Sumatera Barat, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Riau dan Dinas Tanaman Pangan hortikultura dan Peternakan Provinsi Jambi serta dari diskusi Dalam upaya penanggulangan dan pemberantasan Penyakit Jembrana sebagai salah satu PHMS yang serius di wilayah kerja Balai Veteriner Bukitinggi (Provinsi Sumbar, Riau, Jambi, dan Kepri) diperlukan beberapa hal yang di rumuskan sebagai berikut :
  1. Penataan Manajemen operasionalisasi vaksinasi Penyakit  Jembrana meliputi perencanaan, persiapan (ketersediaan vaksin dan spuit) dan penerapan SOP Vaksinasi Penyakit Jembrana secara tertib dan efektif.  Khusus Provinsi Kepulauan Riau, diperlukan surveilans deteksi antigen Penyakit Jembrana secara rutin untuk memantau status bebas penyakit Jembrana.
  2. Surveillans Penyakit Jembrana secara terstruktur dan monitoring efikasi hasil vaksinasi serta ketersediaan KIT Elisa oleh Pusvetma bekerjasama dengan BBVet Denpasar.
  3.  Mengoptimalkan kegiatan koordinasi, sosialisasi dan edukasi untuk membangun komitmen semua stake holder terkait yakni Pemerintah daerah (Propinsi, Kabupaten/Kota), UPT (Pusat/Daerah), UPT Karantina, Pedagang dan Peternak, mulai level kebijakan sampai dengan operasional lapangan.

Upaya antisipasi dan pencegahan Jembrana
Berbagai upaya telah dilaksanakan dalam rangka antisipasi masuknya penyakit jembrana di Provinsi Kepri. Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Kesehatan Hewan (DKP2KH) Provinsi Kepri Bersama Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten/Kota se provinsi Kepri telah berkomitmen untuk Bersama-sama mengantisipasi penyebaran dan pemasukan jembrana di wilayah ‘Bunda Tanah Melayu’ provinsi Kepri. DKP2KH Provinsi Kepri telah mengeluarkan surat edaran Nomor: 524/DKP2KH/2018/07/538 tanggal 31 Juli 2018 tentang waspada penyakit jembrana, yang pada intinya adalah menegaskan tentang kewaspadaan dalam rangka menghadapi kejadian Jembrana dengan melakukan langkah-langkah antisipasi sebagai berikut:
1.     Seluruh petugas dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten/Kota se provinsi Kepri agar mendata dan mengindentifikasi populasi sapi Bali diwilayahnya masing-masing.
2.     Melaksanakan surveillans rutin secara terpadu
3.     Deteksi, pelaporan dan respon cepat kejadian penyakit
4.     Melaksanakan pengendalian vektor dilingkungan peternakan sapi Bali
5.     Terus melakukan upaya komunikasi, informasi dan edukasi kepada peternak tentang penyakit jembrana
6.     Ternak yang telah dinyatakan positif jembrana disarankan untuk dipotong
7.     Berkoordinasi dengan Balai/Stasiun Karantina Pertanian lingkup provinsi Kepri dalam memperketat pengawasan lalu lintas ternak dan mempersyaratkan Hasil pengujian Laboratorium Bebas Penyakit Jembrana dengan Uji Polymerase Chain Reaction (PCR) dilengkapi dokumen kesehatan hewan dari daerah asal yang ditandatangani oleh dokter hewan berwenang.

Mengacu pada surat edaran tersebut, upaya pencegahan masuknya penyakit jembrana ke dalam wilayah provinsi Kepri patut kita dukung Bersama. Ternak sapi jenis Bali, jika akan masuk wilayah kepri, wajib melampirkan hasil Laboratorium bebas PCR Jembrana dari laboratorium yang telah terakreditasi. Satu ekor sapi, satu surat. Bukan satu surat untuk mewakili 10 ekor sapi atau 100 ekor sapi. Oleh sebab itu, integritas dan komitmen dalam bekerja wajib dijunjung tinggi oleh setiap masyarakat, terlebih petugas kesehatan hewan, baik di level dokter hewan berwenang, pejabat otoritas veteriner, petugas dinas Kabupaten/Kota/Provinsi yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dari daerah asal dan petugas Karantina Pertanian diseluruh pintu masuk dan pintu pengeluaran. Semoga dengan kerja keras dan kerjasama yang telah terjalin selama ini, provinsi Kepri tetap dinyatakan bebas penyakit Jembrana. Semoga! 

*drh. Iwan Berri Prima, MM (Penulis adalah Sekretaris Umum PDHI Cabang Kepri, Dokter Hewan Berwenang dan Pejabat Otoritas Veteriner Kabupaten Bintan)

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia edisi Bulan Februari 2019

    Choose :
  • OR
  • To comment