Pengawasan obat hewan sejatinya merupakan upaya yang sama pentingnya dengan pengawasan obat pada manusia. Hal ini disebabkan karena, kandungan obat, baik obat hewan dan obat manusia, memiliki bahan kimia yang relative sama. Keduanya sama-sama mampu memberikan dampak (reaksi) ketika ada hewan atau manusia diberikan pengobatan. Sebagai contoh obat bius pada hewan, jika obat ini diaplikasikan ke hewan mampu memberi reaksi bius, maka obat bius ini sejatinya juga bisa diaplikasikan dan memberi efek bius jika diberikan pada manusia.
Demikian juga jenis obat yang lain, baik obat yang bersifat
obat keras, obat terbatas maupun obat bebas. Khusus untuk jenis obat keras,
penggunaan obat-obatan yang mungkin selama ini untuk pengobatan hewan, dapat
dimungkinkan disalahgunakan oleh masyarakat jika tidak dilakukan pengawasan dengan
ketat.
Selain itu, kualitas obat hewan juga wajib terjaga
mutunya. Tidak mentang-mentang untuk
hewan, lantas mengabaikan prinsip-prinsip pembuatan obat hewan yang bermutu.
Ini dikenal dengan istilah Cara
Pembuatan Obat Hewan Yang Baik (CPOHB). Prinsip dalam
CPOHB itu wajib dilaksanakan oleh produsen obat. Maknanya, obat hewan juga
memiliki standar kualitas dan tidak dibuat dengan asal-asalan.
Oleh
sebab itu, wajar jika tenaga farmasi (termasuk profesi Apoteker) yang berkenaan
dengan obat, baik obat hewan maupun obat manusia, mereka tidak ada perbedaan. Jenis profesi Apoteker hanya satu. Tidak ada
profesi Apoteker khusus obat hewan di dunia ini. Hal ini pun diperkuat dengan
adanya Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis
Resiko Sektor Pertanian bahwa Penanggung jawab Teknis Obat Hewan (PJTOH) untuk
Industri Produk Farmasi untuk Hewan wajib memiliki PJTOH tenaga dokter hewan
dan apoteker yang bekerja tetap.
Demikian
juga untuk usaha perdagangan besar obat farmasi untuk hewan wajib Memiliki
PJTOH sebanyak 1 orang, yang terdiri dari 1 orang dokter hewan atau 1 orang
apoteker yang merupakan karyawan tetap dan bekerja full time.
Sementara
itu, untuk usaha Apotek veteriner wajib memiliki PJTOH sebanyak 2 orang, yang
terdiri dari 1 orang dokter hewan dan 1 orang apoteker yang merupakan karyawan
tetap dan bekerja full time. Demikian juga untuk Depo obat hewan, Petshop dan
Poultry Shop wajib memiliki PJTOH sebanyak 2 orang, yang terdiri dari 1 orang
dokter hewan atau apoteker yang bekerja tidak tetap dan 1 orang paramedik
veteriner yang bekerja tetap, di bawah penyeliaan dokter hewan atau asisten
apoteker yang bekerja tetap, di bawah penyeliaan apoteker.
Sedangkan
untuk Toko Obat Hewan wajib memiliki PJTOH sebanyak 1 orang, yang terdiri dari
1 orang paramedik veteriner atau asisten apoteker yang bekerja tidak tetap. Berdasarkan
hal ini, maka sebenarnya tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan pengawasan
obat hewan. Belum lagi, peredaran obat hewan illegal menjadi persoalan yang
harus ditindak dengan cepat.
Bahaya Obat Hewan Ilegal
Menurut
Drh Abadi Soetisna M.Si sebagaimana dimuat dalam majalah Infovet, definisi obat
hewan ilegal secara singkat adalah karena obat hewan ini tidak mempunyai Nomor
Registrasi yang dikeluarkan pemerintah dalam hal ini Kementan (Kementerian
Pertanian). Salah satu yang menjadi alasan mengapa obat Hewan itu harus
terdaftar adalah supaya obat hewan yang beredar di Indonesia “dijamin” oleh
Pemerintah bahwa obat tersebut telah memenuhi semua persyaratan yang
diatur. Yakni Obat hewan harus Aman untuk Hewan, Manusia, dan Lingkungan;
Obat hewan harus mempunyai Efikasi atau Kemanjuran sesuai dengan tujuan
penggunaannya dan Obat hewan harus mempunyai Kualitas sesuai dengan standar
produksinya.
Dengan
demikian, memberantas obat hewan illegal merupakan kegiatan yang tidak boleh
ditawar-tawar. Kita harus segera hentikan peredaran obat hewan illegal. Obat
hewan illegal bukan hanya memiliki dampak yang serius karena dapat membahayakan
bagi hewan, tetapi juga memiliki dampak berbahaya bagi manusia, berbahaya bagi ekosistem/
lingkungan, berbahaya bagi negara karena mengurangi pendapatan negara (termasuk
obat hewan ilegal termasuk barang selundupan dan tidak membayar pajak bea masuk)
dan juga Berbahaya karena membohongi masyarakat.
Bahkan,
adanya penggunaan obat hewan ilegal juga dapat membahayakan untuk kesehatan
secara umum, karena selain obat ini tidak dijamin oleh Pemerintah, isinya juga
tidak diketahui karena tidak melalui proses pengujian di Laboratorium sehingga
khasiatnya patut dipertanyakan. Alih-alih
ingin mengobati penyakit, jangan-jangan justru obat illegal ini kanduangan
(isinya) adalah bibit penyakit.
Pengawasan Obat Hewan harus
Menjadi Urusan Wajib Pemerintah Daerah
Berkenaan
dengan banyaknya dampak terhadap peredaran obat hewan, termasuk dampak obat
hewan illegal, maka sudah sepantasnya urusan pengawasan obat hewan merupakan
urusan wajib yang harus dilaksanakan. Selama ini, pengawasan obat hewan
dilaksanakan secara berjenjang sesuai kewenangannya.
Mengacu
pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 16 Tahun 2021 tentang Kajian Lapang dan
Pengawasan Obat Hewan, untuk unit usaha produsen obat hewan, importir obat
hewan, dan eksportir obat hewan kewenangan pengawasannya berada di Kementerian
Pertanian, dalam hal ini Substansi Pengawas Obat Hewan Direktorat Kesehatan
Hewan, Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Kemudian
untuk distributor obat hewan, pengawasannya menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah provinsi, sedangkan depo, apotek veteriner, pet shop, poultry shop, dan toko Obat Hewan pengawasannya menjadi
tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota.
Akan
tetapi karena urusan pengawasan obat hewan merupakan bagian dari urusan sektor kesehatan
hewan yang merupakan urusan pilihan bagi pemerintahan daerah, namanya pilihan,
Setiap pemda, baik Pemda Provinsi maupun Pemda Kabupaten/Kota boleh memiliki
urusan itu, boleh juga tidak.
Akibatnya
wajar jika pengawasan obat hewan menjadi tidak optimal di daerah. Bahkan,
sangat wajar tidak semua daerah memiliki SDM pengawas obat hewan. oleh sebab
itu, jika negara ini ingin membangun kesehatan masyarakat dengan lebih
komprehensif, maka sudah sepantasnyalah urusan pengawasan obat hewan dan urusan
kesehatan hewan menjadi urusan wajib bagi pemerintah daerah. Caranya, Undang-Undang
tentang Pemerintah Daerah harus kita ajukan untuk direvisi. Semoga!
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia edisi Desember 2021