Kabupaten Bintan merupakan salah satu daerah di Provinsi Kepulauan Riau yang masuk dalam wilayah perbatasan RI, wilayahnya berdekatan dengan Negara Singapura dan Malaysia. Sehingga tidak heran sebagai wilayah perbatasan, Bintan memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat dunia, khususnya bagi wisatawan manca negara. Oleh sebab itu, pengembangan daerah Bintan secara umum difokuskan pada sektor pariwisata. Tidak terkecuali, urusan kesehatan hewan di Bintan, juga difokuskan untuk mendukung sektor pariwisata.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten
Bintan Nomor 3 Tahun 2018 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, Urusan
kesehatan hewan (keswan) di Bintan di laksanakan melalui Organisasi Perangkat
Daerah (OPD) Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian. Untuk mendukung
pelaksanaannya, kesehatan hewan Bintan di dukung melalui Program Pengendalian
Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) dengan Kegiatannya
adalah Penjaminan Kesehatan Hewan, Penutupan dan Pembukaan Daerah Wabah
Penyakit Hewan Menular Dalam Daerah Kabupaten/Kota. Kegiatan ini secara umum
memiliki tujuan utama untuk menjaga kesehatan hewan ternak secara umum (ternak
ruminansia, ternak unggas dan babi), baik ternak bantuan pemerintah maupun yang
dimiliki oleh masyarakat dan hewan kesayangan.
Sementara itu, teknis pelayanan
keswan di Bintan dilaksanakan dengan cara pelayanan aktif kesehatan hewan
(keswan) kepada masyarakat serta melakukan pemeriksaan kasus klinis dan
pengendalian /surveillance penyakit, terutama melalui UPTD Puskeswan di Bintan.
Adapun sasaran utamanya adalah meningkatnya ketahanan tubuh ternak dari
penyakit, agar Kabupaten Bintan tetap terjaga dari ancaman penyakit ternak yang
bersifat PHMS (Penyakit Hewan Menular Strategis) dan zoonosis.
Selanjutnya, pelayanan
kesehatan hewan ini dilaksanakan di 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Bintan. yakni Kecamatan Toapaya, Teluk
Bintan, Teluk Sebong, Bintan Timur, Bintan Pesisir, Seri Kuala Lobam, Mantang,
Bintan Utara, Gunung Kijang dan Tambelan. Hal ini sejalan dengan adanya Perda
Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penyenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan di
Kabupaten Bintan.
Selain pengamatan
terhadap kasus klinis, kegiatan surveillance
dan monitoring merupakan kegiatan yang cukup penting untuk dilakukan. Kegiatan
ini bekerja sama dengan Balai Veteriner Regional II Bukit Tinggi Kementerian
Pertanian, Balai Karantina Kelas II Tanjungpinang dan Dinas Ketahanan Pangan,
Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepri.
Meskipun demikian, sepanjang tahun
2021, masih terdapat laporan kasus klinis jenis penyakit hewan menular
strategis dan zoonosis (PHMSZ) di Kabupaten Bintan, yakni penyakit Helminthiasis (Kecacingan), sebanyak 105
kasus terdiri dari 60 ekor pada ternak kambing dan 45 ekor pada ternak sapi. Akan
tetapi Bintan sangat bersyukur, dari 25 Jenis PHMS, hanya 2 PHMS saja yang
belum bebas, yakni penyakit Helminthiasis
(Kecacingan) dan Avian Influenza (Flu Burung). Bahkan, dari 2 PHMS ini, hanya 1
PHMS saja yang terdeteksi menunjukkan kasus klinis, yakni penyakit Helminthiasis (Kecacingan).
Mengacu pada Keputusan Menteri
Pertanian RI Nomor: 4026 Tahun 2013 tentang Penetapan Jenis Penyakit Hewan
Menular Strategis (PHMS) bahwa terdapat 25 jenis penyakit hewan menular, dimana
dari 25 jenis tersebut, sebanyak 3 jenis penyakit masih belum terdapat di
Indonesia atau bersifat penyakit eksotik yakni Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease /FMD), Penyakit
Sapi Gila (Bovine Spongioform
Encephalopathy /BSE) dan Penyakit Demam Rift Valley (Rift Valley Fever/RVF).
Adapun 22 jenis penyakit hewan
menular lainnya yang masih terdapat di Indonesia adalah Penyakit Anthrax,
Rabies, Salmonellosis, Brucellosis (Brucella Abortus), Brucellosis (Brucella
Suis), High Pathogenic dan Low Pathogenic Avian Influenza (Flu Burung), Porcine
Reproductive and Respiratory Syndrome (PRRS), Helminthiasis, Haemoragic
Septisaemia/ Septicemia Epizootica (SE), Nipah Virus Encephalitis, Infectious
Bovine Rhinotracheitis (IBR), Bovine Tuberculosis (TB Sapi), Leptospirosis,
Penyakit Jembrana, Surra, Paratuberculosis (Para TB), Toxoplasmosis, Classical
Swine Fever (Hog Cholera), Swine Influenza Nove (H1N1), Campylobacteriosis,
Cysticercosis, dan Q Fever (Demam Q).
Keberhasilan pengendalian,
pencegahan, pemberantasan dan penanganan kasus penyakit hewan sepanjang tahun
2021 merupakan keberhasilan secara bersama. Kolaborasi yang baik, antara pemda
Kabupaten, Provinsi dan instansi pemerintah pusat. Termasuk tidak adanya
kejadian kematian dan kedaruratan kesehatan masyarakat pada saat pemotongan
hewan kurban pada pelaksanaan hari Raya Idul Adha 1442 H.
Meskipun kondisi Kabupaten Bintan,
Indonesia dan Dunia masih dihadapkan pada meluasnya kasus penyakit Corona Virus
Disease atau Covid-19, upaya pengawasan kesehatan hewan tetap dilakukan. Selain
berfokus pada upaya pengendalian penyakit Flu Burung dan Helminthiasis,
sepanjang tahun 2021 ini terdapat 3 fokus utama kegiatan yang bekerjasama
dengan instansi terkait lainnya, yakni pengawasan masuknya penyakit ASF
(African Swine Fever) pada ternak Babi, antisipasi masuknya penyakit Jembrana
pada ternak sapi Bali dan antisipasi penularan penyakit Rabies pada hewan
kesayangan, terutama Anjing dan Kucing.
Sementara itu,
berdasarkan hasil penelitian penyakit
zoonosis Filariasis (kaki gajah) yang
dilaksanakan kerjasama Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bintan
dengan Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Aceh dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Bintan, pada 10 November – 2 Desember 2021, dilaporkan sebanyak 27
ekor kucing terdeteksi positif Filariasis. Sampel diambil di Kelurahan Toapaya
Asri, Desa Sri Bintan dan Desa Bintan Buyu, meskipun demikian, hewan kucing
sendiri tidak menunjukkan gejala klinis atas kasus tersebut. Sehingga ini yang
menjadi persoalan, mengingat hingga tahun 2021, Kabupaten Bintan menjadi
satu-satunya Kabupaten di Kepri yang masih belum bebas penyakit kaki gajah.
Oleh sebab itu, Kolaborasi One Health
(Satu kesehatan) di Kabupaten Bintan antara sektor kesehatan hewan dengan
kesehatan masyarakat menjadi sebuah keharusan, apalagi kucing merupakan hewan
yang bukan komoditas peternakan.
Kegiatan Pengawasan Lalu
Lintas Hewan
Kegiatan pengawasan lalu lintas
hewan merupakan kegiatan rutin yang senantiasa dilaksanakan oleh setiap
pemerintahan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2017
tentang Otoritas Veteriner, upaya ini dilakukan dalam rangka menjaga suatu
daerah terhadap ancaman masuknya bibit penyakit. Pengawasan lalu lintas hewan ini bekerjasama
dengan BKP (Balai Karantina Pertanian) Kelas II Tanjungpinang. Salah satu
pelayanan dalam pengawasan lalu lintas hewan adalah penerbitan Surat Keterangan
Kesehatan Hewan (SKKH) oleh Dokter Hewan berwenang Kabupaten Bintan. SKKH ini
diterbitkan melalui aplikasi Sistem Kesehatan Hewan Nasional (ISIKHNAS) yang
dimulai dengan penyampaian permohonan dari masyarakat (pengguna jasa), kemudian
pemeriksaan secara klinis terhadap hewan yang akan diberi keterangan. Sepanjang
tahun 2021, Dokter hewan berwenang Kabupaten Bintan berdasarkan data ISIKHNAS
telah mengeluarkan SKKH sebanyak 965 dokumen/surat.
Akan tetapi, mengingat Bintan dan
Kepri merupakan daerah bebas Rabies, maka Hewan Pembawa Rabies (HPR), seperti
Anjing, Kucing, Kera dan sejenisnya, dilarang untuk di bawa masuk ke Provinsi
Kepri. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nomor
0257.b/kdh.kepri.524/0409 Tanggal 30 April 2009, yakni melarang pemasukan hewan
penular Rabies (anjing, kucing, kera dan sebangsanya) ke dalam wilayah Provinsi
Kepulauan Riau baik dari daerah bebas, maupun daerah tertular sesuai dengan
aturan /pedoman yang berlaku.
Semoga dengan semakin
meningkatnya status kesehatan hewan di Bintan, juga akan semakin memberikan
kontribusinya terhadap kesehatan masyarakat dan peningkatan perekonomian di
daerah, khususnya pada sektor pariwisata yang bermuara pada pulihnya kesehatan
dan perekonomian nasional. Semoga!
Penulis: drh. Iwan Berri Prima (Tulisan ini pernah dimuat di: Majalah Vetnesia edisi Februari 2022)