Kasus penyakit African Swine Fever (ASF) atau lebih dikenal dengan penyakit Demam AFrika pada ternak Babi sudah terdeteksi di Kepri, tepatnya di Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa Kota Batam. Hal ini setelah pada 15 Desember 2021 yang lalu, dilaporkan adanya kematian pada ternak Babi di wilayah tersebut. Bahkan, berdasarkan hasil pengujian realtime PCR oleh Balai Veteriner Bukittinggi, dari 4 sampel darah, 1 sampel menunjukkan hasil (+) positif virus ASF. Padahal, sebelumnya Kepri masih dinyatakan sebagai daerah bebas ASF.
Mengacu pada sejarah penularan ASF, Kejadian
ASF di Indonesia pertama kali terjadi di Sumatera Utara, dimulai dengan adanya
kematian pada ternak babi pada akhir September 2019 dan menyebar hingga ke 21
daerah dari 33 kabupaten/kota di Sumut. Sehingga pemerintah pun saat itu
mendeklarasikan secara resmi melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor
820/KPTS/PK.320/M/12/2019 tentang Pernyataan Wabah Demam Babi Afrika (African Swine Fever) pada beberapa
Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara. Surat Keputusan itu ditandatangani
oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada tanggal 12 Desember 2019.
Sementara
itu, mengacu pada data dari Media Tropika: Jurnal Pengabdian Masyarakat (2021),
kasus ASF secara konsisten terus menular ke berbagai daerah, termasuk ke
wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Kejadian kematian ternak babi
menurut catatan Dinas Peternakan Provinsi NTT terutama di Pulau Timor (Kota
Kupang, Kabupaten Kupang, Belu, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan
Malaka) hingga bulan Maret 2020 sebanyak 4.888 ekor babi terinfeksi ASF (Ditjen
Peternakan Kesehatan Hewan, 2020). Penularan ASF di provinsi ini dicurigai
karena Pulau Timor berbatasan langsung dengan negara Timor Leste, sehingga
akses lalu lintas melalui jalur darat, laut dan udara lebih mudah diakses.
Apalagi hubungan kekeluargaan yang erat antara masyarakat Pulau Timor dengan
Timor Leste juga cukup tinggi. Negara Timor Leste sendiri telah menyatakan
wilayahnya tertular ASF pada 27 September 2019.
Meski
penyakit ini tidak bersifat zoonosis (tidak menimbulkan penyakit pada manusia),
namun penyakit ini memiliki tingkat kematian pada ternak babi yang sangat
tinggi dan belum ditemukan obatnya. Sehingga secara ekonomi, penyakit ini
sangat membahayakan bagi kelangsungan perekomomian masyarakat, khususnya
peternak babi.
Kini, setelah lebih dari 2 tahun sejak Indonesia
tertular ASF, ternyata penyakit ASF belum dapat dikendalikan. Bahkan, kasusnya
semakin meluas dan telah dilaporkan di beberapa daerah. Termasuk di provinsi
Kepri. Namun demikian, atas kejadian ASF di Kota Batam, pemerintah melalui
Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementan, telah menerbitkan Surat Tindak
Lanjut Hasil pengujian African Swine Fever (ASF) di Kota Batam, dengan nomor
surat: 23111/PK.320/F/12/2021 tanggal 23 Desember 2021.
Lantas bagaimana dengan ASF di Bintan? Ini yang harus
mendapat perhatian. Mengingat Kabupaten Bintan merupakan salah satu daerah di
provinsi Kepri yang masih dinyatakan bebas ASF dan memiliki populasi ternak
babi yang cukup besar di Kepri. Menurut data dari Dinas Ketahanan Pangan dan
Pertanian Kabupaten Bintan, jumlah ternak babi di Bintan sebanyak 3.197 ekor,
yang tersebar di lebih dari 4 Kecamatan di Bintan dengan jumlah peternaknya
sebanyak 22 orang. Jumlah ini belum termasuk populasi ternak Babi yang ada di
Kota Tanjungpinang.
Selain itu, Pulau Batam dan Pulau Bintan sejatinya
merupakan pulau yang memiliki intensitas lalu lintas yang tinggi antar
keduanya. Sehingga, dapat dikatakan, ASF telah nyata semakin mendekat di
Bintan. Oleh sebab itu, seluruh pemangku kepentingan, baik instansi pemerintah
(Badan Karantina Pertanian dan Balai Veteriner), juga pemerintah daerah maupun
peternak di Bintan, harus semakin meningkatkan kewaspadaannya.
Menindaklanjuti Surat dari Pejabat Otoritas Veteriner
Provinsi Kepri Nomor: 524.4/DKp2KH/2021/12/0210 tanggal 20 Desember 2021, Setidaknya
terdapat tiga upaya yang dapat dilakukan guna menjaga Bintan agar tetap terjaga
dari ancaman penyakit ASF, Pertama, Pengawasan lalu lintas
hewan harus ditingkatkan, pihak Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas II
Tanjungpinang sebagai institusi yang menjaga di pintu pemasukan dan pengeluaran
memiliki beban dan tugas yang cukup berat. Oleh sebab itu, kerjasama dan
koordinasi yang baik, antara Dinas Kabupaten/kota dengan BKP harus terus
dilakukan.
Selanjutnya, ketentuan pengetatan lalu lintas hewan
dengan ketentuan Pengeluaran Babi hidup dari Kota Batam ke
Provinsi/Kabupaten/Kota lain (Kabupaten Bintan) hanya boleh dari peternakan
yang telah memiliki Sertifikat Kompartemen Bebas ASF dan Produk Babi dari unit
usaha yang sudah disertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV). Setiap pemasukan
juga disepakati harus mendapatkan rekomendasi dari dinas teknis yang
menyelenggarakan urusan keswan dan kesmavet.
Kedua,
seluruh instrument kesehatan hewan di
Kabupaten Bintan, yang meliputi UPTD RPH dan Puskeswan dan Bidang Peternakan
dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian kembali melakukan
pemuktahiran data populasi ternak Babi rakyat (backyard) di wilayahnya serta
menertibkan pemotongan ternak babi di Rumah pemotongan Hewan Babi (RPH-B) atau
di Tempat Pemotongan Hewan Babi (TPH-B) serta peningkatan kualitas pemeriksaan
ante-mortem dan post-mortem termasuk pelaporannya ke dalam aplikasi ISIKHNAS.
Ketiga, berdasarkan pedoman Kesiapsiagaan Darurat Veteriner
Indonesia (Kiatvetindo) untuk daerah tertular penyakit, pengendalian dan pemberantasan
yang harus dilaksanakan meliputi: depopulasi (pemusnahan), disposal (mengubur
bangkai hewan), desinfeksi kandang (biosecurity) dengan menggunakan
desinfektan, penutupan wilayah dan implementasi kompartemen bebas ASF,
investigasi kasus, meningkatkan surveylans pasif, pelatihan untuk meningkatkan
kapasitas petugas kesehatan hewan, Komunikasi Edukasi dan Informasi (KIE) pada
peternak terutama pelarangan pemberian pakan dari sisa restoran atau hotel (swill feeding).
Semoga upaya ini dapat menjaga Bintan tetap bebas
penyakit ASF dan juga penyakit hewan lainnya. Apalagi Bintan adalah daerah yang
dikenal dengan kawasan pariwisata Internasionalnya yang harus tetap aman, sehat
dan terjaga dari ancaman penyakit. Baik penyakit pada hewan, maupun penyakit yang
dapat mengancam kelangsungan kehidupan masyarakatnya. Hal ini sesuai dengan
komitmen: Bintan sehat, Bintan Gemilang! Semoga.
Tulisan ini pernah dimuat di webiste: HarianKepri.com, edisi 28 Desember 2021