Kasus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang pada 9 Mei 2022 lalu dinyatakan sebagai wabah oleh Menteri Pertanian, hingga kini kasusnya masih meluas. Bahkan belum ada tanda-tanda akan usai.
Kementerian Pertanian selaku instansi yang menjadi leadingnya urusan kesehatan hewan di Indonesia, telah menetapkan, PMK merupakan kejadian wabah yang harus di antisipasi oleh semua pihak. Hal ini setelah Mentan menerbitkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 403/KPTS/PK.300/M/05/2022 tanggal 9 Mei 2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease) pada Beberapa Kabupaten di Provinsi Jawa Timur dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 404/KPTS/PK.300/M/05/2022 tanggal 9 Mei 2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease) di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh.
Selain itu, Menteri Pertanian juga mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan walikota) Nomor: 01/SE/ PK.300/M/5/2022 tanggal 10 Mei 2022 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).
Selanjutnya, Ditjen Peternakan dan Keswan juga telah menerbitkan Pedoman Kesiagaan Darurat Veteriner Indonesia (KiatVetindo) seri: Penyakit Mulut dan Kuku yang menjadi pedoman dalam rangka pengendalian dan pencegahan PMK.
Namun demikian, lengkapnya instrumen aturan hukum, ternyata masih belum diiringi dengan lengkapnya pemegang kebijakan teknis kesehatan hewan di tataran pemerintahan daerah. Dengan kata lain, aturan pengendalian PMK di Indonesia masih membutuhkan peranan yang lebih serius dari pemerintah daerah. Terbukti, untuk menunjuk Pejabat Otoritas Veteriner (POV) di lingkup Kabupaten/ Kota, banyak daerah yang belum siap melakukannya. Dengan kata lain, tidak semua daerah memiliki pejabat otoritas veteriner.
Sementara itu, salah satu penyebab lambatnya penetapan POV di daerah adalah karena urusan kesehatan hewan merupakan urusan pilihan, urusan yang tidak harus dilaksanakan oleh pemda. Padahal, rumpun ilmu kedokteran hewan adalah rumpun ilmu kesehatan, sebuah rumpun yang merupakan urusan wajib bagi Pemda, bukan rumpun ilmu hayat (Pertanian/ peternakan). Dengan demikian, patut kita apresiasi langkah dari PB PDHI dan Direktorat Kesehatan Hewan Kementan yang akan mendorong Kementerian Dalam Negeri untuk segera merevisi aturan yang mengatur Urusan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah. Urusan Keswan yang awalnya menjadi urusan pilihan, diusulkan menjadi urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh Pemda. Toh, urusan pangan yang sebelumnya di bawah Kementerian Pertanian juga merupakan urusan wajib bagi pemda. Artinya, Kementan juga bisa mengampu urusan wajib bagi pemda. Urusan kesehatan hewan tidak harus bergabung dalam lingkup kementerian kesehatan.
Fungsi Otoritas Veteriner
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2017 tentang Otoritas Veteriner, otoritas Veteriner adalah kelembagaan pemerintah atau Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab dan memiliki kompetensi dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan.
Maknanya, Otoritas Veteriner mempunyai tugas menyiapkan rumusan dan melaksanakan kebijakan dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan. Sehingga, adanya kasus PMK dan juga penyakit hewan lainnya, akan semakin sulit jika tidak adanya pejabat otovet di daerah.
Oleh karena itu, urgensi keberadaan otoritas veteriner di daerah merupakan keniscayaan yang wajib untuk dipenuhi. Setiap daerah sejatinya harus memiliki pejabat otovet.
Adapun fungsi otoritas veteriner adalah sebagai berikut: sebagai pelaksana Kesehatan Masyarakat Veteriner; penyusun standar dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Kesehatan Hewan; pengidentifikasi masalah dan pelaksana pelayanan Kesehatan Hewan; pelaksana pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan; pengawas dan pengendali pemotongan ternak ruminansia betina produktif dan/atau ternak ruminansia indukan; pengawas tindakan penganiayaan dan penyalahgunaan terhadap Hewan serta aspek Kesejahteraan Hewan lainnya; pengelola Tenaga Kesehatan Hewan; pelaksana pengembangan profesi kedokteran Hewan; pengawas penggunaan alat dan mesin Kesehatan Hewan; pelaksana perlindungan Hewan dan lingkungannya; pelaksana penyidikan dan pengamatan Penyakit Hewan; penjamin ketersediaan dan mutu Obat Hewan; penjamin keamanan Pakan dan bahan Pakan asal Hewan; penyusun prasarana dan sarana serta pembiayaan Kesehatan Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner; dan pengelola medik akuatik dan medik konservasi.
Pelaksanaan tugas dan wewenang Otoritas Veteriner sebagaimana dimaksud merupakan penguatan tugas, fungsi, dan wewenang dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan. Sehingga Dalam hal belum terdapat tugas, fungsi, dan wewenang dalam penyelenggaraan Kesehatan Hewan, Pemerintah Pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya harus membentuk kelembagaan Otoritas Veteriner.
Semoga, dengan adanya penunjukan Pejabat Otovet di daerah dan berubahnya urusan keswan menjadi urusan wajib bagi Pemda, ini bukan hanya semakin memberikan peranan yang nyata terhadap profesi dokter hewan di tengah-tengah masyarakat, tetapi juga semakin memperteguh keseriusan pemerintah dan pemerintah daerah dalam mewujudkan masyarakat yang sehat dalam kerangka satu kesehatan (One health), dimana kesehatan tidak lagi dipisah-pisahkan, antara kesehatan hewan, manusia dan lingkungan. Terlebih, penyakit pada manusia yang bersifat PIE (Penyakit Infeksi Emerging) lebih dari 75% nya adalah bersifat zoonosis. Penyakit yang ditimbulkan dari hewan ke manusia.
Penulis adalah drh. Iwan Berri Prima (Tulisan ini pernah dimuat di: Majalah Vetnesia, edisi Mei 2022)