Pandemi Covid-19 belum usai, kini persoalan penyakit lain yang juga tidak kalah ganasnya kembali menjadi ancaman bagi ketahanan Kesehatan nasional. Hampir setiap hari, persoalan penyakit menghiasi pemberitaan media nasional beberapa pekan ini. Sebut saja, Penyakit Cacar Monyet, penyakit Hendra Virus, Hepatitis Akut, Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada Hewan ternak dan juga penyakit lainnya. Uniknya, penyakit-penyakit ini sebagian besar berkaitan dengan urusan hewan (kesehatan hewan).
Meski khusus untuk PMK, penyakit ini tidak zoonosis atau penyakit ini tidak menular dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Hanya menular antar hewan. Namun, mengingat tingkat penularannya yang sangat cepat, diantaranya dapat ditularkan melalui Udara (Airborne Disease), penyakit ini oleh WOAH (World Organisation for Animal Health) atau badan kesehatan hewan dunia, disebut sebagai penyakit nomor satu yang harus diwaspadai oleh seluruh negara di dunia. Termasuk Indonesia.
Sementara itu, fenomena munculnya penyakit ini juga semakin meneguhkan bahwa urusan kesehatan tidak bisa lagi dipisah-pisah. Antara kesehatan hewan, kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan menempati peranan yang sama dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Hal ini dikenal dengan istilah one health atau satu kesehatan dan One World One Health (OWOH).
Menurut Dr.drh. Ida Bagus Ngurah Swacita, MP, Kata One World mengandung arti bahwa saat ini kita hidup di satu dunia, kita saling terhubung antara mahluk satu dengan mahluk lainnya dan tidak terpisah-pisah. Suatu kejadian di suatu tempat akan berpengaruh di tempat lain. Terlebih urusan penyakit. Dengan kata lain, One World One Health menuntut kita untuk menyadari bahwa satu kejadian penyakit di satu tempat dapat menjadi pertanda bahwa dunia sedang sakit, karena dalam One World One Health dunia adalah satu tubuh.
Selanjutnya, One Health juga merupakan aktivitas global yang memegang konsep bahwa kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan atau ekosistem adalah saling bergantung satu sama lain atau interdependen. Sehingga, tenaga profesional yang bekerja dalam satu lingkup area tersebut, dapat memberikan pelayanan yang terbaik dengan cara, saling berkolaborasi untuk mencapai pemahaman yang lebih baik.
Di samping itu, semua faktor yang terlibat dalam penyebaran penyakit, kesehatan ekosistem, serta
kemunculan patogen baru dan agen zoonotik, juga kontaminan dan toksin
lingkungan yang dapat menyebabkan morbiditas dan mortalitas substansial, harus dilaksanakan secara bersama. Melalui sebuah kolaborasi. Tidak bisa dilakukan secara parsial atau sektoral. Dengan kata lain, setiap masyarakat harus diedukasi bahwa tidak ada kesehatan yang berdiri sendiri. Kesehatan hewan misalnya, harus dipandang sebagai urusan yang juga sangat penting. Sama pentingnya ketika mengurusi kesehatan manusia dan kesehatan lingkungan.
One Health Sebagai Ketahanan Sistem Kesehatan
Atensi pentingnya One Health bahkan menjadi pembahasan tersendiri dalam presidensi G20 Indonesia tahun ini. Terbukti, Indonesia mengajak negara lain agar lebih serius dalam mewujudkan One Health sebagai bagian dari mewujudkan sistem kesehatan nasional dan dunia.
Sebagaimana dilansir dari website Kementerian Kesehatan RI (Kemkes.go.id), Kementerian Kesehatan RI melalui Pertemuan Health Working Group (HWG) G20, salahsatunya melalui pertemuan yang dilaksanakan di Lombok, pada 6 – 8 Juni 2022 yang lalu. Kemenkes telah merancang sistem ketahanan kesehatan global. Untuk mewujudkan sistem ini, secara umum berfokus pada tiga hal utama, yakni:
Pertama, pentingnya mobilisasi sumber daya keuangan untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Oleh sebab itu, Kementerian kesehatan sebagai leadingnya urusan kesehatan di negara ini, memandang bahwa one health menjadi prioritas yang bukan hanya diatur dalam tataran konsep akademis saja, namun harus implementatif di lapangan. Semua stacholder harus mampu berkolaborasi mewujudkan one health.
Selain itu, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, juga menyampaikan bahwa Kemenkes akan memformalkan pembentukan dana persiapan pandemi. sehingga jika ada pandemi kembali, akan tersedia dana yang dapat digunakan untuk mengakses obat-obatan, vaksin, dan alat tes pandemi.
Kedua , dalam membangun ketahanan sistem kesehatan global, diperlukan mobilisasi sumber daya kesehatan esensial untuk pencegahan, kesiapsiagaan, dan respons pandemi. Usulan ini telah didukung sepenuhnya oleh negara-negara seperti Italia, China, Argentina, Korea dan European Union. Negara seperti Amerika Serikat, India, Perancis dan Afrika Selatan juga mendukung dengan sejumlah rekomendasi seperti mekanisme pembiayaan yang lebih detail dan penekanan pada pentingnya keadilan akses pada tindakan medis esensial.
Ketiga , optimalisasi pengawasan genomik dan penguatan mekanisme berbagi data terpercaya untuk memberikan insentif bagi kesehatan masyarakat global yang kuat. Dengan menggunakan platform berbagi data universal (model GISAID+) memungkinkan semua negara G20 untuk berkomunikasi dan berbagi informasi dan data, tidak hanya untuk pandemi saat ini, tetapi juga pada patogen global lainnya yang memiliki potensi pandemi di masa depan.
Selanjutnya, Pada pertemuan Health Working Group (HWG) G20, juga dilakukan kegiatan Side Event Meeting yang dilaksanakan pada 8 Juni 2022 dengan mengangkat konsep One Health sebagai pembahasan utama.
Konsep One Health yang dibangun bertujuan untuk menyadarkan kita semua bahwa penyakit pada hewan ternyata dapat berpindah ke manusia dan penyakit hewan juga sangat berbahaya jika diabaikan.
Oleh sebab itu, sangat tepat apa yang disampaikan oleh Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono, bahwa One Health menjadi salah satu upaya mencegah terjadinya outbreak di masa mendatang.
One Health harus menjadi salah satu perhatian negara agar tidak terjadi outbreak di masa datang dan tidak menjadi penyakit baru di masa yang akan datang.
Akan tetapi, tantangan dalam implementasi one health masih kerap ditemui di lapangan. Salahsatunya adalah persoalan teknis kolaborasi dan finansial. Kolaborasi penting supaya lintas kementerian dan lembaga lebih memperhatikan one health.Terlebih, zoonosis akhir-akhir ini kiprahnya mempengaruhi lebih dari 75% penyakit pada manusia yang bersifat Penyakit Infeksi Emerging (PIE).
Kemudian, penularan penyakit dari hewan liar ke hewan yang ada di pemukiman manusia. Hal ini menjadi bahaya ketika menular ke manusia. Sehingga penguatan surveilans merupakan hal yang paling penting. Sistem surveilans untuk penyakit-penyakit yang berasal dari hewan ini menjadi salah satu indikator kuat yang harus diperbaiki. Jika di tingkat pusat sudah teridentifikasi penyakit berdasarkan surveilans yang kuat, maka kebijakan one health bisa diimplementasikan ke tingkat desa.
Tiga Prioritas Penting Wujudkan One Health
Untuk mewujudkan One Health agar lebih optimal, diperlukan tiga hal prioritas yang harus segera dilaksanakan oleh pihak terkait.
Pertama , perlu adanya revisi atau perubahan aturan yang mengatur tentang urusan pemerintahan daerah. Dalam hal ini, kita terus mendorong Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar merubah urusan Kesehatan Hewan yang awalnya adalah urusan pilihan bagi Pemda, menjadi urusan wajib bagi Pemda.
Perubahan urusan ini bukan hanya penting untuk dilakukan, namun untuk membuktikan bahwa negara ini memang serius dalam mewujudkan konsep One Health.
Selama ini, urusan kesehatan hewan merupakan sub urusan dari urusan pertanian. Urusannya pun menjadi urusan pilihan. Bagi Pemda, urusan ini Boleh dilaksanakan, boleh juga tidak. Dampaknya, anggaran untuk urusan kesehatan hewan menjadi tidak seragam di daerah. Lebih miris lagi, ternyata tidak semua daerah memiliki dokter hewan berwenang. Sehingga, bagaimana mungkin konsep One Health akan optimal terwujud, jika Sumber Daya Manusia nya saja tidak ada di daerah itu.
Kedua , diperlukan institusi yang serius dan fokus dalam menjalankan urusan kesehatan hewan. Dalam hal ini, setidaknya kita sangat mendukung apa yang akan diwacanakan oleh Kementerian Pertanian untuk membentuk eselon 1 di lingkup Kementan yakni Direktorat Jenderal Kesehatan Hewan.
Adanya institusi ini bukan hanya akan menjadi leadernya kesehatan hewan, namun juga akan membantu institusi setara eselon 1 lainnya yang berkenaan dengan urusan hewan. Seperti Ditjen Peternakan yang berkenaan dengan Hewan Ternak, Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) yang berkenaan dengan Hewan Liar dan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya yang bersinggungan dengan hewan satwa akuatik (perikanan) dan lain sebagainya.
Ditjen Kesehatan hewan juga diharapkan akan fokus melakukan penyehatan pada hewan kesayangan, seperti anjing dan kucing yang sejatinya selama ini belum optimalnya institusi pemerintah yang fokus mengawasinya.
Ketiga , mendorong pemerintah untuk menggabungkan urusan pengawasan obat, baik obat manusia maupun obat hewan, dalam satu institusi yang sama. Hal ini mengingat, obat merupakan sediaan yang tidak bisa dipisah-pisah. Apalagi, penyalahgunaan obat hewan juga semakin marak akhir-akhir ini. Apalagi, Di Indonesia, belum ada pembagian profesi apoteker. Sejauh ini, Apoteker adalah profesi yang urusannya bisa untuk manusia, juga bisa untuk hewan. Belum ada jurusan Program Profesi Apoteker Hewan.
Kongkretnya, sebaiknya urusan pengawasan obat hewan digabungkan dalam institusi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Semoga!
Penulis: drh. Iwan Berri Prima (Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia, Edisi Juni 2022)