Sejak awal Agustus 2021 yang lalu, masyarakat Indonesia sempat ramai memperbincangkan adanya informasi bahwa covid-19 dapat menginfeksi pada hewan.
Puncaknya,
hal ini setelah Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengunggah gambar dan
status di Instagram miliknya yang mengungkapkan tentang adanya salah satu hewan
(satwa) koleksi di Kebun Binatang Ragunan, Jakarta, yakni dua ekor
harimau yang bernama Hari dan Tino, dinyatakan positif Covid-19.
Akibatnya,
seluruh Indonesia seolah “tersadarkan” bahwa ancaman Covid-19 ternyata tidak
hanya menyerang pada manusia saja atau tidak hanya mempengaruhi kesehatan
masyarakat saja, tetapi juga dapat mengakibatkan terganggunya kesehatan pada hewan.
Oleh
sebab itu, faktor kepopuleran dari Gubernur Anies Baswedan diakui mampu
mempengaruhi persepsi publik. Efeknya, kita bersyukur, peran profesi dokter
hewan pun akhirnya banyak dikenal oleh publik. Karena tidak sedikit dokter
hewan yang diminta pendapatnya dan diliput di berbagai media massa menanggapi
permasalahan itu.
Namun
demikian, informasi tentang laporan hewan terpapar Covid-19 sejatinya sudah
terjadi sejak lama. Bahkan, kasusnya pun sudah ada sejak awal terjadinya
pandemi Covid-19 di dunia ini.
Hal
ini sebagaimana dilansir berita dari National
Geographic (6/4/2020), bahwa menurut laporan Wildlife Conservation Society (WCS), seekor harimau Melayu di Kebun
Binatang Bronx, New York, Amerika Serikat dinyatakan positif Covid-19 atau
positif terinfeksi virus SARS-CoV-2.
Selanjutnya,
enam ‘kucing besar’ lainnya juga menunjukkan gejala yang konsisten dengan
penyakit tersebut. Menurut Paul Calle, Kepala dokter hewan yang bekerja di Kebun
Binatang Bronx seperti diumumkan Kementerian Pertanian AS, kejadian pertama ini
terjadi pada 5 April 2020. Dengan kata lain, laporan infeksi Covid-19 pada
hewan telah ada sejak sekitar 1 bulan setelah Covid-19 menginfeksi manusia di
Indonesia untuk pertama kali.
Selanjutnya,
kasus infeksi Covid-19 pada hewan ini pun ternyata juga sudah dilaporkan di
berbagai negara di dunia. Hingga pertengahan Agustus 2021, berdasarkan laporan
yang masuk ke organisasi kesehatan hewan dunia atau Office of International des Epizooties (OIE), tercatat ada 500
kasus Covid-19 pada hewan dan terjadi setidaknya pada 10 spesies hewan di
30 negara.
Oleh
karena itu, tidak dipungkiri, lagi-lagi peranan seorang publik figur seperti
Gubernur Anies Baswedan ternyata sangat dibutuhkan dalam komunikasi massa.
Gubernur
Anies Baswedan secara tidak langsung juga berperan dalam menginformasikan bahwa
kesehatan hewan adalah sama pentingnya dengan kesehatan masyarakat. Meski,
ironisnya tidak sedikit masyarakat yang menganggap informasi ini sebagai
dagelan atau lucu-lucuan semata.
Di
samping itu, tidak sedikit masyarakat, khususnya para netizen yang juga
beranggapan bahwa Gubernur Anies hanya mencari sensasi belaka. Padahal,
kondisinya benar adanya. Hewan (Harimau) yang merupakan koleksi kebun binatang
Ragunan dan merupakan mahluk ciptaan Allah SWT itu benar terinfeksi Covid-19.
Kepastian
ini setelah dilakukan pemeriksaan klinis oleh dokter hewan, menunjukkan gejala
klinis sesak napas, bersin, keluar lendir dari hidung, dan nafsu makan menurun.
Gejala
tersebut dialami Tino pada 9 Juli 2021. Kemudian, selang dua hari, harimau
lain, yakni Hari, juga mengalami sakit dengan gejala yang sama seperti Tino.
Melihat
hal ini, guna memastikan diagnose, pada 14 Juli 2021, petugas melakukan tes
swab kepada Tino dan Hari dan Kemudian (sampelnya) dikirim ke laboratorium
Pusat Studi Satwa Primata, IPB Bogor. Lalu, hasilnya keluar tanggal 15 Juli
2021 yang menyatakan bahwa kedua satwa tersebut terpapar Covid-19. Artinya, benar
kedua hewan tersebut terinfeksi Covid-19.
Jika
ditelaah lebih jauh, dalam ilmu komunikasi, Gubernur Anies Baswedan sejatinya
juga sedang membangun komunikasi. Bahwa dirinya bukan hanya bertanggung jawab
terhadap mahluk seperti Manusia saja, tetapi mahluk lain yang bernama hewan
yang berada di DKI Jakarta juga tidak lepas dari tanggung jawab jajarannya.
Tentu
hal ini menarik, mengingat sejatinya pemimpin atau khalifah memang tidak hanya
memiliki manfaat untuk manusia saja, tetapi juga bermanfaat untuk hewan dan
lingkungannya.
Atas
kejadian ini, dokter hewan yang selama ini sering di parodikan karena dianggap
"kurang kerjaan" karena mengobati mahluk yang bernama hewan, harus
terus mengedukasi masyarakat, bahwa hewan juga butuh sehat. Dokter hewan tidak
boleh hanya sebatas mengobati atau menyehatkan hewan saja, tetapi juga
sebaiknya selalu mengkomunikasikan, menginformasikan dan mengedukasi masyarakat
tentang dunia kesehatan hewan.
Selain
itu, paradigma kesehatan saat ini juga tidak lagi berfokus pada kesehatan
masyarakat semata, tetapi, dalam rangka mewujudkan masyarakat yang sejahtera
dan mewujudkan kesehatan masyarakat yang paripurna, maka kesehatan hewan dan
kesehatan lingkungan menjadi point penting yang harus diwujudkan.
Apalagi,
saat ini kedokteran hewan, dalam tataran kampus juga telah masuk dalam rumpun
ilmu kesehatan. Satu rumpun dengan kedokteran, kedokteran gigi, farmasi,
keperawatan, kebidanan dan lain sebagainya. Kedokteran hewan tidak lagi masuk
dalam rumpun ilmu hayat pertanian (peternakan) sebagaimana yang selama ini
masyarakat ketahui. Dengan demikian, perubahan rumpun ilmu ini juga sejatinya
harus mampu dijawab oleh Profesi Dokter Hewan, bahwa pengabdiannya bukan hanya
untuk hewan dan perekonomian semata, tetapi lebih jauh dari pada itu, yakni
akan bermuara pada kesejahteraan manusia, sebagaimana motto PDHI: ‘Manusya Mriga Satwa Sewaka’. Melalui
Hewan Mengabdi Kemanusiaan.
Akhirnya,
semoga ke depan akan muncul figur lain selain Gubernur Anies Baswedan yang juga
memberikan perhatiannya kepada kesehatan hewan. Sehingga advokasi tentang
pentingnya kesehatan hewan dapat lebih mudah difahami oleh masyarakat. Semoga!
ditulis oleh: drh. Iwan Berri Prima, MM
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia Edisi Agustus 2021