Saturday, August 07, 2021

Pemotongan Hewan Kurban di Tengah Pandemi


Pandemi Covid-19 tampaknya belum ada tanda-tanda akan usai. Berdasarkan data dari laman: Covid19.go.id, Hingga 11 Juli 2021, kasus konfirmasi positif di Indonesia mencapai 2.527.203 kasus dan sebanyak 66.464 orang (2,6%) di antaranya meninggal dunia. Untuk di Provinsi Kepri, kasus Covid-19 juga belum melandai. Mengutip laman:  corona.kepriprov.go.id, pada 11 Juli 2021, terdapat penambahan kasus konfirmasi sebanyak 651 kasus, sehingga total kasus Covid-19 di Kepri sebanyak 31.769 kasus.

Selanjutnya, adanya peningkatan kasus Covid-19 di Kepri mengakibatkan dari 7 Kabupaten/Kota, per 11 Juli 2021, Kabupaten Bintan dan Kota Batam masih dinyatakan sebagai zona merah. Kasus Covid-19 di Bintan mencapai 3.511 kasus dan sebanyak 69 orang (2%) di antaranya meninggal dunia.

Sebagai daerah zona merah, wajar jika pemerintah Kabupaten Bintan mengeluarkan Surat Edaran Bupati Bintan Nomor: T/827/443/Satgas/VII/2021 tanggal 7 Juli 2021 tentang Perubahan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Keramaian dalam Rangka Pengendalian Penyebaran Covid-19 di Kabupaten Bintan. Edaran ini berlaku sejak tanggal 7 Juli 2021 hingga 20 Juli 2021.

Kemudian, berkenaan dengan pelaksanaan Salat Idul Adha 1442 H dan pelaksanaan pemotongan hewan kurban, Kementerian Agama telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Agama, Nomor: 17 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Malam Takbiran, Shalat Idul Adha, dan Pelaksanaan Qurban Tahun 1442 H/2021 M di wilayah PPKM Darurat. Demikian juga Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 8017/SE/PK.320/F/06/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Kurban Dalam Masa Pandemi Corona Virus Covid-19.

Secara umum, pelaksanaan pemotongan hewan kurban di masa pandemi sejatinya dilaksanakan di Rumah Potong Hewan Ruminansia (RPHR), hal ini sebagaimana yang dilakukan di Arab Saudi dan sebagian besar negara di dunia bahwa pemotongan hewan kurban dilakukan di rumah potong.

Oleh sebab itu, kita patut mendorong setiap pemerintahan daerah untuk mengupayakan pembangunan rumah potong. Terlebih, pemotongan hewan kurban merupakan kegiatan rutin tahunan yang dilaksanakan oleh masyarakat muslim, masyarakat penganut agama mayoritas di negara ini.

Namun demikian, nyatanya, pemotongan hewan kurban di Indonesia sudah bertahun-tahun justru banyak dilakukan di luar RPH. Bahkan, momentum pemotongan hewan kurban telah menjadi tradisi sebagai ajang untuk bergotong-royong bersama-sama melakukan pemotongan hewan kurban. Akibatnya, pengawasan pemotongan hewan kurban di luar RPH menjadi tugas ekstra yang harus di emban oleh tim tenaga kesehatan hewan (dokter hewan), khususnya dinas yang membidangi urusan kesehatan masyarakat veteriner di daerah. Berdasarkan data dari Ditjen PKH, pada tahun 2020, jumlah lokasi pemotongan hewan kurban di luar RPH sebanyak 34.051 lokasi. Dengan rincian lokasi di Masjid sebanyak 22.224 lokasi (65%), di lapangan sebanyak 3.079 (9%), di sekolah sebanyak 607 (2%) dan di lokasi lainnya sebanyak 8.141 (42%).

Akan tetapi, yang menjadi persoalan adalah, ternyata urusan kesehatan hewan bukan merupakan urusan wajib bagi pemerintahan daerah. Urusan ini menurut UU Pemda masih menjadi urusan pilihan, boleh dipilih, boleh tidak. Efeknya, tidak semua daerah memiliki dokter hewan berwenang (dokter hewan pemerintah). Padahal, di tataran kampus, kedokteran hewan merupakan rumpun ilmu kesehatan, satu rumpun dengan dokter, dokter gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya.

Oleh karena itu, momentum pandemi ini juga sebaiknya menjadi momentum yang tepat untuk mendorong setiap Pemda untuk merekrut CASN (Calon Aparatur Sipil Negara) formasi Dokter hewan. Tujuannya agar penjaminan produk pangan asal hewan (termasuk hewan kurban) dapat terlaksana dengan baik. Apalagi, syarat sah hewan kurban adalah wajib sehat. Adapun profesi yang memiliki otoritas menentukan sehat atau tidaknya hewan berada pada kewenangan seorang dokter hewan.

Di samping itu, pemotongan hewan kurban di luar RPH juga berpotensi menimbulkan kerumuman. Ini tentu sangat membahayakan bagi potensi penularan Covid-19 di negeri ini. Sehingga terdapat beberapa hal penting yang harus mendapat perhatian serius dari pemangku kebijakan terkait pelaksanaan kurban di masa pandemi covid-19 ini. Hal penting tersebut diantaranya adalah:

Pertama, pelaksanaan mitigasi risiko harus dimulai sejak mendatangkan hewan kurban atau penjualan hewan kurban. Penjualan hewan kurban dioptimalkan dengan memanfaatkan teknologi daring atau dikoordinir oleh panitia (Dewan kemakmuran masjid, Badan Amil Zakat Nasional, Lembaga Amil Zakat Nasional, atau lainnya). Tempat penjualan hewan kurban harus mendapat izin dari bupati atau wali kota. Tempat penjualan harus menghindari kerumunan massa yakni dengan memperhatikan pembatasan waktu penjualan. Khusus untuk ternak sapi Bali yang didatangkan dari luar provinsi Kepri, dipersyaratkan bebas penyakit jembrana dengan dibuktikan hasil negative uji Polymerase Chain Reaction (PCR) dan dilengkapi dokumen Kesehatan hewan yang ditandatangani oleh dokter hewan berwenang daerah asal.

Kedua, pemotongan hewan kurban di luar RPH harus menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Meskipun pemotongan hewan kurban ini adalah tahun kedua sejak pandemi Covid-19, namun kita tidak boleh lengah. Panitia pemotongan harus berani bertindak tegas jika ada kerumunan masyarakat yang menyaksikan pemotongan, harus berkoordinasi dengan dinas yang membidangi urusan Kesehatan masyarakat veteriner (Kesmavet) di daerahnya, membatasi jumlah panitia, memasang tali/pembatas di lokasi pemotongan yang hanya dihadiri oleh panitia, pengaturan jarak minimal 1 meter dan tidak saling berhadapan antarpetugas pada saat melakukan aktivitas pengulitan, pencacahan, penanganan dan pengemasan daging serta pendistribusian daging kurban hanya dilakukan oleh panitia ke rumah masing-masing mustahik.

Ketiga, Penerapan Hygiene Personal. Panitia yang berada di area penyembelihan dan penanganan daging dan jerohan harus dibedakan. Petugas harus menghindari menyentuh muka, termasuk mata, hidung, telinga, dan mulut saat bertugas. Petugas juga harus menyediakan fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dan menghindari berjabat tangan, atau kontak langsung lainnya dan memperhatikan etika batuk/bersin/meludah. Jangan sambil merokok ketika memproses daging.

Selanjutnya, pemeriksaan kesehatan awal (screening) yang meliputi pengukuran suhu tubuh bagi setiap orang (panitia) dipintu masuk tempat pemotongan hewan kurban juga perlu dilakukan dan setiap orang yang memiliki gejala demam, nyeri tenggorokan, batuk, pilek, dan sesak napas dilarang masuk ketempat pemotongan. Oleh sebab itu, dianjurkan setiap panitia hewan kurban juga berkoordinasi dengan puskesmas/dinas kesehatan setempat atau satgas covid-19 di daerahnya, agar pelaksanaan pemotongan hewan kurban berjalan dengan baik sebagaimana salah satu hakikat tujuan pemotongan hewan kurban yakni saling berbagi, bukan justru saling berbagi penyakit. Semoga!


* Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tanjungpinang Pos, Edisi Rabu 14 Juli 2021

    Choose :
  • OR
  • To comment