Pandemi Covid-19 sudah lebih dari satu tahun melanda negeri ini. Penyakit yang disebabkan oleh virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) ini sepanjang Juli 2021 kasusnya semakin melonjak di Indonesia. Padahal, di negara eropa, kasusnya sudah relative melandai. Hal ini dibuktikan dengan adanya gelaran turnamen sepakbola (EURO 2020) yang digelar dengan memperbolehkan kehadiran penonton di stadion.
Namun demikian, pandemi Covid-19 telah
mengajarkan banyak hal. Diantaranya adalah pandemi ini semakin menegaskan bahwa
penanganan suatu penyakit tidak bisa ditangani sendiri. Tetapi dibutuhkan
kolaborasi antar sektor. Bahkan, peran aparat keamanan seperti TNI dan Polri
ternyata juga berperan cukup signifikan. Di berbagai daerah yang menerapkan
PPKM Darurat (Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Darurat) sejak
tanggal 3 Juli 2021 justru banyak melibatkan unsur petugas keamanan. PPKM
Darurat ini diterapkan di 48 kabupaten/kota yang mencatatkan nilai asesmen
level 4, serta di 74 kabupaten/kota dengan nilai asesmen level 3 di wilayah
Jawa-Bali. Kemudian sebanyak 15 kabupaten/kota di luar Jawa-Bali yang semula
hanya diterapkan PPKM Mikro, kini dinaikkan statusnya
jadi PPKM Darurat.
Selain itu, dalam pengendalian virusnya,
konsep one health (satu kesehatan) ternyata
juga telah dilaksanakan. Kolaborasi antara sektor kesehatan masyarakat,
kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan bahkan sudah terjalin sejak dini,
sejak pandemi ini muncul. Terlebih, kedokteran hewan di tataran kampus, saat
ini sudah masuk rumpun ilmu kesehatan. Satu rumpun dengan kedokteran,
kedokteran gigi, apoteker dan tenaga kesehatan lainnya. Kedokteran hewan tidak
lagi masuk dalam rumpun ilmu hayat pertanian (peternakan).
Kemudian, Kolaborasi kongkret one health dan peranan kedokteran hewan dalam
penanganan pandemi Covid-19 sejatinya telah banyak dilakukan. Bahkan, sejak
pandemi Covid-19 para pakar virus (virolog) yang berlatar belakang berprofesi
sebagai dokter hewan juga telah memberikan kiprah keilmuannya sebagai tim pakar
Covid-19.
Selanjutnya, Laboratorium Balai Veteriner
di seluruh Indonesia dan Laboratorium Balai Penelitian Veteriner sejak awal
pandemi juga memberikan kiprahnya sebagai Laboratorium resmi Pemeriksaan
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: HK.01.07/MENKES/405/2020 tanggal 1 Juli 2020 tentang
Jejaring Laboratorium Pemeriksaan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Jika mengacu pada Keputusan Menteri
Kesehatan tersebut, jumlah laboratorium yang direkomendasikan sebagai
laboratorium pemeriksaan Covid-19 saat itu berjumlah 164 Laboratorium. Namun
demikian, seiring dengan berjalannya waktu dan semakin meningkatnya
ketersediaan laboratorium di berbagai penjuru tanah air, kini jumlah
laboratorium yang dapat melakukan pemeriksaan Covid-19, juga semakin bertambah.
Menurut keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor: HK.01.07/MENKES/4642/2021 tanggal 11 Mei 2021 perihal Penyelenggaraan
Laboratorium Pemeriksaan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), jumlah
Laboratorium yang yang berfungsi melakukan pemeriksaan spesimen berjumlah 742
laboratorium. Angka ini naik sangat signifikan, dibandingkan pada tahun awal
munculnya pandemi Covid-19.
Diantara ratusan laboratorium tersebut,
laboratorium veteriner juga masih menjadi laboratorium resmi pemeriksaan
Covid-19 di negeri ini. Laboratorium veteriner (kesehatan hewan) itu di
antaranya adalah:
1. Balai Besar Veteriner Wates, Yogyakarta
2. Balai Veteriner Bukittinggi, Sumbar
3. Balai Besar Veteriner Maros, Sulsel
4. Balai Veteriner Subang, Jawa Barat
5. Laboratorium Balai Veteriner Lampung
6. Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor,
Jawa Barat.
Selain Laboratorium ini, juga terdaftar
beberapa laboratorium veteriner yang dimiliki kampus yang memiliki Fakultas
Kedokteran Hewannya seperti Institut Pertanian Bogor (IPB University), juga
laboratorium kampus yang memiliki Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Hewan dan rumpun ilmu kesehatan lainnya seperti Universitas Airlangga,
Universitas Padjajaran, Universitas Nusa Cendana Kupang dan juga laboratorium
swasta seperti Laboratorium Professor
Nidom Foundation (PNF) di Surabaya.
Kemudian, dalam pemenuhan sumber daya
manusia (SDM) Laboratorium dan pengoperasian alat, terdapat beberapa
persyaratan yang harus dipenuni oleh penyedia laboratorium. Berdasarkan
keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor: HK.01.07/MENKES/4642/2021 itu, Untuk
Tenaga analis kesehatan/ahli teknologi laboratorium medis/litkayasa/peneliti
virologi, harus memiliki latar belakang pendidikan berupa:
1. Pendidikan analis kesehatan, atau
2. Biologi, atau
3. Kedokteran, atau
4. Kedokteran hewan, atau
5. Biomedis.
Artinya, munculnya Keputusan menteri ini
juga semakin menegaskan bahwa peranan dokter hewan di lingkup kesehatan juga
semakin besar. Bahkan, ini membuka ruang pekerjaan dokter hewan untuk bekerja
di sektor laboratorium kesehatan.
Padahal sebelumnya, dokter hewan masih
identik bekerja di laboratorium yang berkenaan dengan pemeriksaan penyakit pada
hewan saja.
Semoga momentum pandemi Covid-19 ini
semakin terus memberikan peluang kolaborasi yang sangat baik dalam konsep one
health, antara kesehatan masyarakat, kesehatan hewan dan kesehatan lingkungan. Bahkan,
kedokteran hewan memang layak masuk dalam rumpun ilmu kesehatan. Semoga!
* Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Vetnesia Edisi 31 (Bulan Juli 2021)