Untuk
mengantisipasi dan mencari solusi atas mahalnya harga daging sapi dipasaran,
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dengan leading sectornya adalah Direktorat Jenderal Peternakan dan
Kesehatan Hewan bersama beberapa jajaran eselon 1 Kementerian Pertanian, telah
mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 48 Tahun 2016
tentang upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting.
Upaya ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada sapi
yang ditargetkan oleh presiden Jokowi tercapai tahun 2026. Untuk tahun 2017 ini, Provinsi Kepulauan Riau
di targetkan sekitar 6.039 ekor sapi indukan (Akseptor) dan sapi wajib
buntingnya sebanyak 3.563 ekor dengan jumlah kelahiran sapi sebanyak 2.744
ekor, yang tersebar di Seluruh Provinsi Kepri dengan daerah prioritas utama
adalah Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga
(NAL).
Untuk Kabupaten Bintan, target Sapi Indukan (Akseptor) sebanyak 300 ekor
dengan tingkat kelahiran sebanyak sekitar 210 ekor atau dengan target 70% dari
jumlah akseptor. Angka-angka tersebut memang masih terbilang rendah jika
dibandingkan dengan target nasional jumlah sapi melahirkan tahun 2017 adalah
sebanyak 2.5 juta ekor sapi. Namun demikian, sebagai salah satu provinsi yang
juga memiliki potensi yang cukup baik untuk pengembangan ternak sapi, maka
Provinsi Kepri lebih khususnya Kabupaten Bintan, diminta untuk turut
mensukseskan program /upaya khusus tersebut.
Upaya
khusus Sapi Indukan Wajib Bunting atau lebih sering disingkat dengan UPSUS
SIWAB, ini pertama kali diluncurkan pada 8 Oktober 2016 di Lamongan Jawa Timur
oleh Bapak Menteri Pertanian: Andi Amran Sulaiman. Ada dua Program utama UPSUS
SIWAB yakni Inseminasi Buatan (IB)dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA).
Tujuannya agar potensi sapi indukan di dalam negeri mampu terus menghasilkan
anakan (pedet). Kata wajib bunting barangkali terdengarnya sangat ekstrim, tapi
mengingat ini untuk dunia hewan, barangkali bisa dimaklumi. Apalagi yang
bunting adalah ternak sapi Indukan, bukan yang lain. Justru semakin banyak
ternak sapi Indukan (betina) yang bunting, maka akan menjadi berkah bagi
masyarakat peternak.
Program
Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah pemasukan secara sengaja sel
sperma ke dalam rahim atau serviks seekor sapi indukan dengan tujuan memperoleh
kebuntingan melalui inseminasi (fertilisasi
in vivo) dengan cara selain hubungan seksual/kawin alam. Bagi peternak
sapi, program ini telah biasa dilakukan. Terlebih bagi peternak yang hanya
memiliki ternak sapi betina, sehingga sangat tidak memungkinkan jika harus
mendatangkan atau meminjam pejantan ternak sapi dari peternak lain atau
sebaliknya, membawa ternak sapi betina ke daerah yang memiliki ternak pejantan.
Hal ini tentunya sangat merepotkan, apalagi jika lokasinya berjauhan. Oleh
sebab itu, teknologi IB menjadi solusi. Cara pelaksanaannya pun relative mudah,
jika ternak sapinya terlihat gejala ingin kawin (estrus/birahi) untuk pertama
kalinya, peternak agar segera memberitahukan /menginformasikan kepada petugas
Inseminator yang dimiliki oleh Dinas Pertanian untuk dilakukan Inseminasi. Jika
gejala estrus terlihat di sore hari maka sebaiknya inseminasi akan dilakukan di
pagi hari, Bila gejala estrus trlihat di pagi hari maka sebaiknya laksanakan IB
pada sore hari. Adapun tanda-tanda ternak mengalami gejala estrus diantaranya
adalah sapi gelisah, nafsu makan berkurang, sering melenguh, vulva membengkak
dan merah, bila diraba akan terasa hangat, sapi yang estrus akan menaiki
temannya, bila didekatkan ke pejantan maka jantan tersebut akan mendekati
betina juga sebaliknya. Akan tetapi, sangat dianjurkan demi kesejahteraan hewan
(kesrawan), untuk pelaksanaan IB tidak ditujukan untuk hewan ternak sapi yang
baru pertama kali bunting atau sapi dara. Sebaiknya sapi dara tersebut
dikawinkan secara alami (kawin alam).
Selain
itu, pelaksanaan Program IB juga memiliki banyak keuntungan lainnya. Adapun
beberapa keuntungan pelaksanaan program IB antara lain sebagai berikut: (1)
menghemat biaya pemeliharaan pejantan; (tidak perlu membeli sapi pejantan yang
harganya relatif mahal); (2) dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan
baik;(3) mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina; (4) dapat
memanfaatkan kemajuan teknologi yang baik sehingga sperma /semen dapat disimpan
dalam jangka waktu lama; (5) semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa
tahun kemudian walaupun pejantan telah mati; (6) dapat menghasilkan pedet
jantan yang dapat dimanfaatkan untuk bakalan sapi potong atau pedet betina
sebagai bibit sapi; (7) menghasilkan generasi baru anak bakalan penghasil
daging yang berkualitas (sapi potong) dan meningkatklan produksi susu pada sapi
perah betina; (8) Perbaikan mutu genetik lebih cepat;(9) Dapat memilih
jenis/bangsa ternak Sapi yang diinginkan ( Limousin, Simental, Peranakan
Ongole, Brahman, Brangus, FH, Bali dan lain-lain); (10) Berat lahir lebih
tinggi dari pada hasil kawin alam; (11) Pertumbuhan berat badan lebih cepat;
(12) Meningkatkan Pendapatan Petani.
Dalam
rangka mensukseskan UPSUS SIWAB, Pemerintah Daerah, baik Pemda Kabupaten Bintan
maupun Provinsi Kepri tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh segenap
jajaran stakeholder, lebih khususnya dukungan dari petani peternak. Oleh karena
itu, mengingat target dari UPSUS SIWAB ini adalah setiap sapi Indukan wajib
bunting maka diperlukan komitmen bersama, diantaranya adalah peternak turut
aktif dalam kegiatan pendataan peternak sapi, peternak diminta untuk melaporkan
ke petugas lapangan Dinas jika memiliki ternak sapi betina. Bagi ternak sapi
betina yang belum bunting setelah dikawinkan, baik kawin alam maupun kawin
suntik (IB), akan dilakukan upaya khusus dan atau pengobatan oleh petugas medis
veteriner. Semoga UPSUS SIWAB yang berorientasi pada pencapaian swasembada
protein hewani ini dapat berhasil dan target menurunkan harga daging dipasaran
secara berkelanjutan dapat tercapai. Semoga!
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Harian Tanjungpinang Pos edisi Selasa, 14 Februari 2017