Monday, April 09, 2018

Opini : Sapi Indukan Wajib Bunting

Untuk mengantisipasi dan mencari solusi atas mahalnya harga daging sapi dipasaran, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian dengan leading sectornya adalah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan bersama beberapa jajaran eselon 1 Kementerian Pertanian, telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 48 Tahun 2016 tentang upaya khusus percepatan peningkatan populasi sapi dan kerbau bunting. Upaya ini merupakan wujud komitmen pemerintah dalam mengejar swasembada sapi yang ditargetkan oleh presiden Jokowi tercapai tahun 2026.  Untuk tahun 2017 ini, Provinsi Kepulauan Riau di targetkan sekitar 6.039 ekor sapi indukan (Akseptor) dan sapi wajib buntingnya sebanyak 3.563 ekor dengan jumlah kelahiran sapi sebanyak 2.744 ekor, yang tersebar di Seluruh Provinsi Kepri dengan daerah prioritas utama adalah Kabupaten Natuna, Kabupaten Kepulauan Anambas dan Kabupaten Lingga (NAL).
Untuk Kabupaten Bintan, target Sapi Indukan (Akseptor) sebanyak 300 ekor dengan tingkat kelahiran sebanyak sekitar 210 ekor atau dengan target 70% dari jumlah akseptor. Angka-angka tersebut memang masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan target nasional jumlah sapi melahirkan tahun 2017 adalah sebanyak 2.5 juta ekor sapi. Namun demikian, sebagai salah satu provinsi yang juga memiliki potensi yang cukup baik untuk pengembangan ternak sapi, maka Provinsi Kepri lebih khususnya Kabupaten Bintan, diminta untuk turut mensukseskan program /upaya khusus tersebut.
Upaya khusus Sapi Indukan Wajib Bunting atau lebih sering disingkat dengan UPSUS SIWAB, ini pertama kali diluncurkan pada 8 Oktober 2016 di Lamongan Jawa Timur oleh Bapak Menteri Pertanian: Andi Amran Sulaiman. Ada dua Program utama UPSUS SIWAB yakni Inseminasi Buatan (IB)dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA). Tujuannya agar potensi sapi indukan di dalam negeri mampu terus menghasilkan anakan (pedet). Kata wajib bunting barangkali terdengarnya sangat ekstrim, tapi mengingat ini untuk dunia hewan, barangkali bisa dimaklumi. Apalagi yang bunting adalah ternak sapi Indukan, bukan yang lain. Justru semakin banyak ternak sapi Indukan (betina) yang bunting, maka akan menjadi berkah bagi masyarakat peternak.
Program Inseminasi Buatan (IB) atau kawin suntik adalah pemasukan secara sengaja sel sperma ke dalam rahim atau serviks seekor sapi indukan dengan tujuan memperoleh kebuntingan melalui inseminasi (fertilisasi in vivo) dengan cara selain hubungan seksual/kawin alam. Bagi peternak sapi, program ini telah biasa dilakukan. Terlebih bagi peternak yang hanya memiliki ternak sapi betina, sehingga sangat tidak memungkinkan jika harus mendatangkan atau meminjam pejantan ternak sapi dari peternak lain atau sebaliknya, membawa ternak sapi betina ke daerah yang memiliki ternak pejantan. Hal ini tentunya sangat merepotkan, apalagi jika lokasinya berjauhan. Oleh sebab itu, teknologi IB menjadi solusi. Cara pelaksanaannya pun relative mudah, jika ternak sapinya terlihat gejala ingin kawin (estrus/birahi) untuk pertama kalinya, peternak agar segera memberitahukan /menginformasikan kepada petugas Inseminator yang dimiliki oleh Dinas Pertanian untuk dilakukan Inseminasi. Jika gejala estrus terlihat di sore hari maka sebaiknya inseminasi akan dilakukan di pagi hari, Bila gejala estrus trlihat di pagi hari maka sebaiknya laksanakan IB pada sore hari. Adapun tanda-tanda ternak mengalami gejala estrus diantaranya adalah sapi gelisah, nafsu makan berkurang, sering melenguh, vulva membengkak dan merah, bila diraba akan terasa hangat, sapi yang estrus akan menaiki temannya, bila didekatkan ke pejantan maka jantan tersebut akan mendekati betina juga sebaliknya. Akan tetapi, sangat dianjurkan demi kesejahteraan hewan (kesrawan), untuk pelaksanaan IB tidak ditujukan untuk hewan ternak sapi yang baru pertama kali bunting atau sapi dara. Sebaiknya sapi dara tersebut dikawinkan secara alami (kawin alam).
Selain itu, pelaksanaan Program IB juga memiliki banyak keuntungan lainnya. Adapun beberapa keuntungan pelaksanaan program IB antara lain sebagai berikut: (1) menghemat biaya pemeliharaan pejantan; (tidak perlu membeli sapi pejantan yang harganya relatif mahal); (2) dapat mengatur jarak kelahiran ternak dengan baik;(3) mencegah terjadinya kawin sedarah pada sapi betina; (4) dapat memanfaatkan kemajuan teknologi yang baik sehingga sperma /semen dapat disimpan dalam jangka waktu lama; (5) semen beku masih dapat dipakai untuk beberapa tahun kemudian walaupun pejantan telah mati; (6) dapat menghasilkan pedet jantan yang dapat dimanfaatkan untuk bakalan sapi potong atau pedet betina sebagai bibit sapi; (7) menghasilkan generasi baru anak bakalan penghasil daging yang berkualitas (sapi potong) dan meningkatklan produksi susu pada sapi perah betina; (8) Perbaikan mutu genetik lebih cepat;(9) Dapat memilih jenis/bangsa ternak Sapi yang diinginkan ( Limousin, Simental, Peranakan Ongole, Brahman, Brangus, FH, Bali dan lain-lain); (10) Berat lahir lebih tinggi dari pada hasil kawin alam; (11) Pertumbuhan berat badan lebih cepat; (12) Meningkatkan Pendapatan Petani.
Dalam rangka mensukseskan UPSUS SIWAB, Pemerintah Daerah, baik Pemda Kabupaten Bintan maupun Provinsi Kepri tidak akan berhasil jika tidak didukung oleh segenap jajaran stakeholder, lebih khususnya dukungan dari petani peternak. Oleh karena itu, mengingat target dari UPSUS SIWAB ini adalah setiap sapi Indukan wajib bunting maka diperlukan komitmen bersama, diantaranya adalah peternak turut aktif dalam kegiatan pendataan peternak sapi, peternak diminta untuk melaporkan ke petugas lapangan Dinas jika memiliki ternak sapi betina. Bagi ternak sapi betina yang belum bunting setelah dikawinkan, baik kawin alam maupun kawin suntik (IB), akan dilakukan upaya khusus dan atau pengobatan oleh petugas medis veteriner. Semoga UPSUS SIWAB yang berorientasi pada pencapaian swasembada protein hewani ini dapat berhasil dan target menurunkan harga daging dipasaran secara berkelanjutan dapat tercapai. Semoga!

Tulisan ini pernah dimuat di Koran Harian Tanjungpinang Pos edisi Selasa, 14 Februari 2017

    Choose :
  • OR
  • To comment