Dalam beberapa hari terakhir ini, di Indonesia khususnya di Provinsi
Kabupaten Kulon Progo Yogyakarta kembali ditemukan kasus penyakit Anthraks. Berdasarkan,
laporan dari Dinas Pertanian Kabupaten Kulon Progo, dalam kurun waktu kurang
dari satu bulan, penyakit ini telah mengakibatkan kematian pada ternak sapi
sedikitnya sebanyak 1 (satu) ekor dan 18 (delapan belas) ekor ternak kambing di
Wilayah kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo. Ditempat yang sama, berdasarkan
laporan dari Dinas Kesehatan kabupaten Kulonprogo, penyakit ini juga diduga
telah menyebabkan kasus anthraks tipe kulit pada 16 (enam belas) orang masyarakat
dengan 15 (lima belas) orang telah sembuh dan 1 (satu) orang diantaranya
meninggal dunia.
Kejadian anthraks di Kulonprogo Yogyakarta ini tentu harus menjadi perhatian kita semua. Hal ini mengingat berdasarkan siaran pers dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian kasus ini muncul (menjadi pemberitaan) setelah adanya kasus kematian pada manusia dan beberapa orang masyarakat yang diduga terinfeksi penyakit ini. Padahal, kasus kematian ternak secara ‘massal’ di Kulonprogo telah muncul sejak bulan Nopember 2016 yang lalu dan tidak pernah dilaporkan. Dengan kata lain, kasus ini terungkap setelah memakan korban, khususnya korban pada manusia. Meskipun khusus untuk korban meninggal belum dapat dipastikan penyebab meninggalnya, karena pasien juga menderita komplikasi diabetes dan penyakit jantung serta berusia lanjut (usia 78 tahun), namun demikian penyakit ini telah nyata mampu mempengaruhi kesehatan masyarakat.
Dari segi ilmiah kedokteran, penyakit anthraks merupakan salah satu jenis
zoonosis yakni penyakit yang dapat ditularkan dari Hewan ke manusia atau
sebaliknya. Penyebab utama penyakit ini adalah Bakteri. (Bukan Virus
sebagaimana yang banyak disampaikan oleh media). Yakni Bakteri Bacillus Anthracis. Penyakit ini
merupakan penyakit endemis pada hewan, terutama pada hewan-hewan pemamah biak
dan herbivora, seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan kuda. Penyakit ini
ditularkan kepada manusia terutama pada orang yang pekerjaannya selalu
berhubungan dengan / berdekatan dengan ternak seperti peternak, gembala, dokter
hewan, petugas laboratorium, pekerja pabrik barang-barang kulit dan tulang. Bakteri
penyebab penyakit antraks ini dapat membentuk spora dan bertahan dalam tanah
untuk waktu yang sangat lama. Hal inilah yang seringkali menyebabkan suatu
daerah menjadi endemic dan sulit untuk dibebaskan (eradikasi) jika sudah muncul kasus.
Penularan biasanya terjadi oleh karena masuknya spora atau basil anthraks
kedalam tubuh melalui berbagai cara, yaitu melalui kulit yang lecet atau luka yang
menyebabkan anthraks kulit, melalui mulut karena memakan bahan makanan yang
tercemar menyebabkan anthraks intestinal (pencernaan), inhalasi (terhirup)
melalui saluran pernafasan menyebabkan antraks pulmonal dan Anthraks peradangan
otak (meningitis umumnya adalah bentuk
kelanjutan anthraks kulit, intestinal atau pulmonal. Meskipun demikian,
penyakit antrhaks tidak dapat menular antar manusia. Oleh sebab itu, sumber
penularan utama penyakit ini pada manusia adalah hewan ternak yang terinfeksi
bakteri Bacillus Anthracis.
Adapun ciri-ciri hewan yang terserang anthraks adalah hewan mati
mendadak tanpa penyebab yang jelas dan biasanya ditandai dengan keluarnya darah
dari lubang kumlah (lubang hidung, telinga, mata dan anus). Sangat jarang hewan
tidak mengalami kematian setelah diserang anthraks. Karena tingkat mortalitas
penyakit ini 100% pada hewan ternak. Sehingga, bagi daerah endemis, vaksinasi
anthraks pada ternak merupakan salahsatu upaya yang harus dilakukan.
Namun demikian, masyarakat tidak perlu panik. Hingga saat ini
berdasarkan kajian historis dan surveillance / monitoring yang dilakukan secara
periodik oleh Dinas Pertanian Kabupaten Bintan, Dinas Ketahanan pangan,
Pertanian dan Kesehatan Hewan Provinsi Kepri bekerjasama dengan Balai Karantina
Pertanian kelas II Tanjungpinang dan BBvet Bukit Tinggi Kementerian Pertanian,
Kabupaten Bintan dan bahkan Provinsi Kepulauan Riau masih dinyatakan sebagai
daerah bebas penyakit Anthraks. Tidak pernah ditemukan kasus Anthraks didaerah
Kepri. Baik pada ternak maupun pada manusia.
Akan tetapi, mengingat Kabupaten Bintan merupakan daerah kepulauan dan
perbatasan yang memiliki tingkat mobilitas barang, khususnya ternak cukup
tinggi, tentunya harus tetap waspada dan terus berupaya menjaga agar penyakit ini
tidak masuk ke wilayah Bintan. Adapun upaya yang dilakukan untuk mempertahankan
Bintan sebagai daerah bebas Anthraks diantaranya adalah melakukan pengawasan
yang ketat terhadap masuknya ternak ke wilayah Bintan. Jangan memasukkan ternak
dari luar daerah secara illegal. Bagi masyarakat peternak, jika menemukan
ternaknya sedang sakit, segera hubungi petugas kesehatan hewan, baik petugas
lapangan yang berada di Puskeswan (Pusat Kesehatan Hewan) Bintan yakni di Desa
Ekang Anculai Kecamatan Teluk Sebong, maupun dokter hewan dinas, dan peternak
dihimbau jangan mengkonsumsi/menyembelih ternak yang sakit. selain itu, Penerapan
tata laksana dan manajemen peternakan yang baik harus terus diterapkan
peternak. Dengan upaya ini, mudah-mudahan kabupaten Bintan dan provinsi Kepri
akan tetap bebas Penyakit Anthraks, mengingat jika sudah muncul penyakit ini,
bukan hanya mengancam kesehatan masyarakat, tetapi dapat juga akan mengancam
dan mempengaruhi industri pariwisata, dimana Pariwisata sangat sensitive
terhadap isu/permasalahan kesehatan, apalagi, pariwisata menjadi andalan
Bintan. Mari kita jaga bersama.
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Harian Tanjungpinang Pos edisi Jumat, 27 Januari 2017
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Harian Tanjungpinang Pos edisi Jumat, 27 Januari 2017