Sejak diumumkan Indonesia menghadapi Adaptasi Kehidupan Baru (AKB) atau lebih populer dengan istilah New Normal pada awal Juni 2020, pemerintah sejatinya sadar betul bahwa permasalahan Pandemi Covid-19 belum usai. Bahkan pakar kesehatan dunia pun memprediksi pandemi ini akan berakhir dalam waktu yang cukup lama.
Kebijakan pemerintah dengan menerapkan AKB sebenarnya
sudah tepat. Pemerintah tidak ingin sektor lain diluar sektor kesehatan,
seperti sektor ekonomi dan sosial justru semakin terpuruk. Badan
kebijakan fiskal atau BKF Kementerian Keuangan sebagaimana dilansir cnbcindonesia.com
(3 Juni 2020) memperkirakan angka kerugian akibat pandemi Covid-19 di Indonesia
mencapai Rp 320 triliun selama kuartal pertama 2020. Hal ini ditandai dengan
ekonomi nasional yang merosot sekitar 2,03%.
Meskipun
dalam situasi wabah ini pemerintah telah meluncurkan berbagai macam bantuan
untuk masyarakat terdampak, tapi memang kenyataannya belum mampu berbuat banyak
dalam mendongkrak keterpurukan sektor ekonomi dan sosial. Jelas, ini tidak
boleh dibiarkan terlalu lama. Apalagi, masyarakat Indonesia yang sebelum
diumumkan kebijakan AKB itu, seluruh rumah ibadah tidak boleh melakukan
kegiatan keagamaan secara terbuka. Sebuah kondisi yang tentu saja bukan sesuatu
yang baik untuk dilaksanakan. Bahkan, bisa memunculkan kondisi yang lebih
parah. Bisa jadi akan lebih parah dibandingkan dengan dampak penyakit Covid-19
itu sendiri.
Namun demikian, penerapan kebijakan AKB yang telah
dijalankan pemerintah harus dimaknai dengan benar bahwa pandemi belum usai.
Kejadian cluster baru dari Pemprov Kepri yang beberapa hari ini sempat viral
diberbagai media harus dimaknai dengan baik. Setidaknya ada lima hal yang bisa
kita lakukan dalam menghadapi situasi peningkatan kasus Covid-19 dimasa AKB
ini.
Pertama, Kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
kesehatan, termasuk mencegah penularan Covid-19 terus menerus ditingkatkan.
Penerapan kebiasaan 3 M harus digelorakan, 3 M tersebut adalah membiasakan
mencuci tangan menggunakan sabun setelah beraktifitas atau memegang sesuatu
yang berasal dari orang lain, Menggunakan masker dan Menjaga jarak (sosial
distancing) dan fisical distancing (tidak berjabat tangan). Kadang kesadaran
ini sering diabaikan, ketika sudah berhadapan dengan kondisi yang dilematis.
Dalam Bahasa jawa sering disebut kondisi ewuh
pakewuh. Ketika tidak salaman, dianggap sombong dan lain sebagainya. Justru
sikap inilah yang harus dihilangkan. Namun bukan berarti menghilangkan jati
diri bangsa sebagai orang timur, orang yang beradat dan beragama.
Kedua,
Kita harus sadar bahwa virus dan sumber infeksi penyakit lainnya bisa menular
dimana saja dan kapan saja. Kebiasaan hidup bersih dan sehat harus diterapkan. Terlebih
Covid-19 belum ada obatnya dan vaksinnya masih dalam tahap pengujian. Selain
itu, pola hidup bersih dan sehat juga menjadi cara yang ampuh untuk
mengendalikan munculnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), penyakit lain
yang harus juga diwaspadai saat musim penghujan seperti saat ini. Tetapi tentu
kebiasaan ini harus dilakukan secara kompak bersama komunitas dalam
lingkungannya. Artinya, kesadaran ini harus muncul menjadi sebuah kesadaran
bersama.
Ketiga, ketika sudah merasakan kondisi sakit atau bahkan
sudah dinyatakan terinfeksi penyakit termasuk Covid-19 tidak perlu takut.
Covid-19 bukanlah aib dan juga bukan sesuatu yang harus ditakuti (sehingga kita
menjadi paranoid). Yang paling penting justru terus berupaya untuk sembuh. Toh,
penyakit ini dapat disembuhkan. Sudah banyak orang yang sembuh. Berdasarkan
data dari Covid-19.go.id per 2 Agustus 2020 di Indonesia dari 111.455 orang
yang positif Covid-19, sebanyak 68.975 orang (61,88%) dinyatakan sembuh.
Keempat, Mempertahankan daya tahan tubuh agar tetap dalam
kondisi fit dan prima. Jika diperlukan, kita konsumsi vitamin. Mengonsumsi
makanan bergizi yang kaya akan vitamin dapat membantu untuk meningkatkan sistem
daya tahan tubuh. Melansir Harvard Health
Publishing sebagaimana dimuat kompas.com (2 Juni 2020), salah satu cara
sehat dan alami untuk mencukupi kebutuhan vitamin adalah dengan makan buah dan
sayur. Diantaranya adalah vitamin c (terdapat pada buah jambu, jeruk, stroberi,
paprika, bayam, kangkung, dan brokoli), vitamin B6 (Beberapa makanan kaya
vitamin B6 di antaranya ayam, salmon, tuna, biji-bijian, kacang-kacangan, dan
sayuan hijau), Vitamin E (Sumber vitamin E tertinggi adalah biji bunga
matahari, Sedangkan buah-buahan yang kaya vitamin E adalah buah, alpukat,
tomat, delima, labu, kiwi, mangga, pepaya, dan jambu biji) dan Vitamin D (Salah
satu cara termudah untuk mendapatkan vitamin D adalah dengan berjemur di bawah
sinar matahari. Tak perlu berlebihan, cukup 10 menit sampai 15 menit per hari).
Kelima,
Meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga kesehatan hewan dan lingkungan.
Penyakit Infeksi Emerging (PIE) atau penyakit yang muncul dan menyerang suatu
populasi untuk pertama kalinya, atau telah ada sebelumnya namun meningkat
dengan sangat cepat, baik dalam jumlah kasus baru di dalam suatu populasi
atau penyebarannya ke daerah geografis yang baru, sebagian besar adalah
bersifat zoonosis atau penyakit yang ditularkan dari hewan. Covid-19 adalah
jenis PIE yang diduga berasal dari hewan. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
WHO (Badan kesehatan dunia) Semua
bukti yang tersedia untuk COVID-19 menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 (Covid-19) memiliki
sumber zoonosis terutama bagi orang yang memiliki kontak dekat dengan hewan
kelelawar. Kesehatan hewan tidak
boleh dianggap sebagai kesehatan nomor dua. Konsep one health (satu kesehatan) harus dilaksanakan sebagai bagian dari konsep
dasar kesehatan masyarakat. Apalagi saat ini ditataran kampus, sejak tahun 2017
kedokteran hewan masuk kedalam rumpun ilmu kesehatan.
Semoga dengan AKB, kita semakin meningkatkan kesadaran
bersama bahwa Covid-19 masih belum berakhir dan pada akhirnya kita dapat hidup
berdampingan bersama Covid-19 dengan tanpa menimbulkan permasalahan kesehatan.
Semoga!
Ditulis oleh: drh. Iwan Berri Prima, MM (Sekretaris Umum PDHI Kepri)
Tulisan ini pernah dimuat di Koran Tanjungpinang Pos, Edisi Rabu 5 Agustus 2020