Ternak ruminansia yang didalamnya terdiri dari
ruminansia kecil (seperti domba dan kambing) dan ternak ruminansia besar
seperti Sapi dan Kerbau betina produktif dilarang untuk dipotong. Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 sebagaimana dirubah menjadi Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, khususnya pasal 18
ayat 4 yang berbunyi Setiap orang dilarang menyembelih ternak ruminansia kecil
betina produktif atau ternak ruminansia besar betina produktif. Sementara
dalam pasal 86, diatur sanksi pidana kurungan bagi orang yang menyembelih
ternak ruminansia besar betina produktif paling singkat 1 tahun dan paling lama
3 tahun, dan denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 300 juta.
Pelarangan pemotongan ternak ruminansia betina
produktif, khususnya ternak sapi betina produktif tidak lain adalah untuk
menjaga keberlangsungan ketersediaan bibit ternak sapi di dalam negeri. Dengan
kata lain, pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya telah hadir
memberikan kepastian hukum dalam menjaga keberlangsungan generasi ternak sapi.
Semakin banyak ternak ruminansia betina produktif yang dipotong, maka semakin
besar juga potensi kehilangan produktifitas dari ternak ruminansia tersebut.
Bahkan, keturunan dari ternak tersebut akan semakin berkurang. Disisi lain,
kebutuhan akan daging ternak ruminansia di negara ini akan terus meningkat.
Jika sudah begini, tidak heran jika kita harus terus mendatangkan ternak sapi
(impor) dari luar negeri.
Walaupun importasi itu bukan sesuatu yang tabu, tetapi
jika kuotanya cenderung lebih besar, itu akan menjadi masalah. Kita akan
menjadi negara yang sangat tergantung dengan negara lain, padahal tanah air
Indonesia sangat subur dan sangat potensial untuk pengembangan ternak
ruminansia, termasuk Sapi. Tidak ada alasan kita untuk tidak mampu menghasilkan
produksi daging ruminansia dari dalam negeri, kecuali memang sikap kita (Baca:
masyarakat Indonesia) yang tidak mau diatur dan bahkan melanggar hukum dengan
memotong ternak ruminansia betina produktif.
Dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebenarnya juga sudah jelas mengatur bahwa urusan
pemerintahan bidang pangan merupakan urusan wajib (yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar) yang wajib dilaksanakan disetiap pemerintah daerah. Setiap
daerah wajib menyelenggarakan urusan pangan, kebutuhan pangan harus cukup
tersedia untuk masyarakat, terlebih produk pangan asal hewan (daging sapi),
merupakan bagian dari Sembilan bahan pokok (Sembako). Kekurangan pasokan daging
sapi dapat mempengaruhi harga daging yang mahal dan bisa berimbas pada harga-harga
komoditi lainnya.
Oleh sebab itu, menjadi kewajiban kita Bersama untuk
menjaga agar kita tidak melakukan pemotongan ternak ruminansia betina
produktif. Adapun yang dimaksud dengan ternak ruminansia betina produktif
adalah ternak ruminansia betina yang organ reproduksinya masih berfungsi secara
normal dan dapat beranak. Umumnya, usia ternak sapi produktif usia sekitar 3-5
tahun, bahkan ada yang hingga usia 6 tahun tergantung individu ternak
ruminansia. Adapun Untuk penentuan menyatakan bahwa ternak ruminansia betina tersebut
sudah tidak produktif dan boleh dipotong hanya boleh dilakukan oleh Dokter
Hewan Berwenang. Artinya, prosedur pemeriksaan kesehatan secara professional dari
tenaga dokter hewan (medis veteriner) mutlak dilakukan. Jika tidak, masyarakat
(pelaku) siap-siap berhadapan dengan penegak hukum.
Untuk meningkatkan pengawasan, Kementerian Pertanian
melalui Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah bekerjasama dengan
Kepolisian RI melalui Badan Pemeliharaan Keamanan
(Baharkam) Polri telah menginstruksikan jajaran seksi Kesehatan masyarakat
Veteriner, baik di lingkup pemerintah dan pemerintah daerah dan Bintara Pembina
Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Babinkamtibmas) di seluruh Indonesia agar
secara terus menerus memantau pelaksanaan pemotongan ternak ruminansia,
khususnya yang ada di Rumah Pemotongan Hewam dan tempat pemotongan hewan.
Meskipun demikian, pemotongan ternak ruminansia betina
produktif dikecualikan dalam hal sebagai berikut seperti untuk penelitian,
pemuliaan, pengendalian dan penanggulangan penyakit hewan, ketentuan agama,
ketentuan adat istiadat dan pengakhiran penderitaan hewan yang dilakukan oleh
dokter hewan berdasarkan ketentuan medis.
Khusus untuk pemotongan hewan betina produktif (Sapi
betina) untuk hewan kurban, meskipun dikecualikan dan bukan tindakan melawan
hukum, sebaiknya diusahakan dicari yang hewan jantan. Toh, demi keberlangsungan
bibit ternak sapi untuk masa depan ada baiknya kita memberikan yang terbaik.
Apalagi Islam adalah agama rahmatan lil
alamin. Semoga !
Tulisan ini pernah dimuat di Harian Tanjungpinang Pos
edisi Hari Selasa, 24 Juli 2018